23 February 2008

Pemimpin yang Kuat Lagi Taat Kepada Hukum Syara'


Wafatnya baginda Rasulullah saw. Menggoncangkan jiwa kaum muslimin. Bahkan Umar bin Al Khaththab dengan menghunus pedang bersumpah akan memenggal leher orang yang mengatakan Muhammad telah mati!

Waktu itu Abu Bakar ra., sahabat Rasulullah saw. nomor satu, sedang berada di rumah salah seorang istrinya di daerah Sanuh, ujung kota Madinah. Demi mendengar kabar wafatnya baginda Rasulullah saw. segera Abu Bakar ra. mendatangi rumah beliau saw. Setelah melihat jasad beliau saw., Abu Bakar segera angkat bicara: “Siapa yang menyembah Muhammad sungguh dia telah mati, dan siapa yang menyembah Allah, sungguh Dia hidup dan tidak mati”. Lalu Abu Bakar membacakan firman Allah swt.: “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”(TQS. Ali Imran 144).


Pernyataan Abu Bakar ra. tersebut berhasil menenangkan kaum muslimin di kota Madinah. Lalu mereka berkonsentrasi memilih pengganti beliau saw. Setelah perdebatan sengit selama dua hari maka terpilihlah Abu Bakar ra. sebagai khalifah, pengganti Rasulullah saw. dalam pemerintahan kaum muslimin. Saat itulah dimulai era sistem khilafah ala minhajin Nubuwwah.
Setelah dibaiat oleh kaum muslimin, Abu Bakar ra., sebagai kepala negara baru, menyampaikan pidato singkatnya yang monumental: “Hai saudara-saudara! Kalian telah membaiat aku sebagai Khalifah (kepala negara). Sesungguhnya aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Oleh karena itu, apabila aku berbuat baik, maka bantulah aku dalam kebaikan itu. Tetapi bila aku berbuat salah, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sedangkan dusta adalah khianat. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya, insya allah. Sebaliknya siapa saja yang kuat di antara kalian sesunggunya dia lemah di sisiku sehingga aku akan mengambil darinya hak orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad fi sabilillah kecuali Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Dan tidaklah suatu kekejian tersebar luas di tengah suatu kaum melainkan Allah akan menimpakan azab-Nya kepada seluruh kaum tersebut. Taatlah kalian kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian mentaatiku apabila aku berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”.
Pemerintahan Khalifah Abu Bakar benar-benar diuji ketangguhannya. Pasalnya, setelah wafatnya baginda Rasulullah saw. muncul orang-orang yang neko-neko. Jelas, orang-orang yang tadinya memang sudah neko-neko seperti kelompok Nabi Palsu yang bikin ulah di masa Nabi seperti Musailamah, semakin menjadi-jadi. Orang-orang munafik bermunculan, Yahudi dan Nasrani mulai menampakkan taringnya, dan yang murtad pun berani terang-terangan.
Lalu muncul orang-orang yang menolak membayar zakat. Mereka mengklaim bahwa zakat itu hanya dibayarkan kepada Rasulullah saw. Mereka berdalih bahwa zakat hanya dibayarkan kepada orang yang doanya menenangkan mereka. Mereka mengutip firman Allah Surat Al Anfal 103. Sungguh itu hanya dalih mereka saja. Menolak membayar zakat berarti menolak syariat. Dan ini tidak bisa dibiarkan!
Khalifah bersikap tegas kepada mereka. Khalifah Abu Bakar berkata: “Demi Allah andai saja mereka enggan menyerahkan anak unta yang sebelumnya mereka serahkan kepada Rasulullah, pastilah akan kuperangi mereka semua karenanya. Sesungguhnya zakat itu adalah hak harta. Dan demi Allah aku pasti memerangi orang yang membedakan antara shalat dan zakat!”
Orang-orang yang menolak membayar zakat itu tampaknya bergabung dengan kaum yang murtad. Boleh dikatakan di seluruh jazirah Arab terdapat kaum murtad. Mereka memberontak. Namun dengan ketegasan Khalifah mengirim sebelas panglima yang memimpin 11 divisi pasukan ke seluruh wilayah jazirah Arab, pemberontakan itu dapat dipadamkan. Termasuk perlawanan dari penduduk Yamamah yang memiliki 40 ribu pasukan dapat dilumpuhkan oleh pasukan Khalid bin Walid. Dalam pertempuran di Yamamah itulah sang nabi palsu, Musailamah al Kadzdzab dapat dibunuh!
Bahkan dalam situasi selagi menghadapi pemberontakan besar di dalam negeri, Khalifah Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah. Pasukan yang sudah direncanakan pemberangkatannya di masa Rasulullah saw. Khalifah tidak menundanya sekalipun banyak usulan untuk itu. Strategi Khalifah justru berhasil. Musuh menganggap tentara kaum muslimin sangat banyak dan kuat sekali karena berani melakukan serangan ofensif keluar negeri sementara di dalam negeri banyak pemberontakan. Dan setiap kali pasukan Usamah melewati perkampungan suku-suku Arab mereka berkesimpulan bahwa pasukan di Madinah sangat kuat sehingga hal ini menurunkan niat mereka untuk melakukan pemberontakan.
Setelah perang terhadap orang-orang murtad selesai, Khalifah mengirim Khalid bin Walid dengan membawa 18 ribu pasukan ke Irak untuk melakukan pembebasan di sana. Sesampai di kota Hirah, para pemimpin kota itu keluar menyambutnya. Di antaranya Abd al Masih bin Amir. Khalid berkata kepada mereka: ”Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada Allah; agar menyembah-Nya dan memeluk Islam. Jika kalian menerima, maka kalian mendapatkan hak sebagaimana hak kami, dan kalian juga mempunyai kewajiban seperti kewajiban kami. Jika kalian tidak bersedia, maka kalian harus membayar jizyah, dan jika kalian tidak bersedia, maka kami akan membawa kepada kalian suatu kaum yang mencintai kematian seperti halnya kalian menyukai minum khamr!” Mereka menjawab: ”Kami tidak berkepentingan untuk memerangimu.” Maka Khalid mengikat perjanjian damai dengan mereka, dengan ketentuan mereka membayar jizyah sebesar 190 ribu dirham. Itu merupakan jizyah pertama yang dibawa dari Irak ke Madinah (lihat At Thabari, Tarikh, juz III, hal 345).
Dengan ketegasan Khalifah Abu Bakar yang kuat berpegang teguh kepada ketentuan syariat, maka kebijakan-kebijakan pemerintahannya menghasilkan berbagai kemenangan dan pertolongan Allah swt. Sudah selayaknya para pemimpin dan penguasa di dunia Islam hari ini mengikuti jejak khalifah Abu Bakar ra. kalau mereka menginginkan dirinya sebagai pemimpin yang kuat dan bermartabat. Wallahu a'lam!
Muhammad Al Khaththath


0 comments:

 
Fastabiqul khairat © 2007 Template feito por Templates para Você