30 December 2007

Haruskah Merayakan Tahun Baru??


Nggak terasa perjalanan hidup kita di tahun 2007 ini tinggal menghitung detik aja. Itu dihitung saat artikel di buletin kesayangan kamu ini terbit pada akhir bulan Desember 2007. Sebenarnya hitungan tahun itu sekadar untuk ukuran. Bisa ditentukan aturan pengukurannya sama kita sendiri sebagai bahan untuk membuat target dan program dalam jangka waktu tertentu. Misalnya sedetik, semenit, satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, satu windu, satu dasawarsa, satu abad, satu milenium. Selain membuat target dan program, tentunya ukuran waktu tersebut sebagai bahan evaluasi diri dan perjalanan hidup kita.
Nah, ngomong-ngomong soal tahun baru masehi yang senantisa dirayakan dengan sangat meriah, kadangkala bahkan ada yang sengaja melupakan sejenak persoalan hidup yang berat untuk sekadar merayakan pergantian tahun: old and new. Haruskah kita merayakan pergantian tahun tersebut? Padahal, isinya tak jauh dari “itu-itu” juga: kumpul bareng dengan keluarga, atau bersama komunitas yang kita buat, atau rame-rama membaur dengan masyarakat pada umumnya di tempat tertentu sambil menikmati makanan dan hiburan. Termasuk melanggengkan tradisi niup terompet pas detik jarum jam yang disepakati sebagai penanda awal dan akhir tahun tepat di angka 12 atau pada jam digital menunjukkan kombinasi angka “00.00”.



Idih, apa enaknya kayak gitu? Cuma hiburan sesaat, suka-suka sejenak, setelah itu esok hari kita stres lagi dihadapkan pada langkanya minyak tanah, pada nasib diri yang tak kunjung membaik, pada semua harga-harga yang makin tak terbeli, pada banjir yang menenggelamkan kota, pada tanah longsor yang siap mengubur dan pada semua beban hidup yang mendera. Maklumlah, jaman sekarang lagi krisis kayak gini kalo sampe hura-hura keterlaluan banget! Iya nggak sih?
Belum lagi kalo kita ngomongin hukum merayakan pergantian tahun baru masehi, boleh apa nggak, haram apa nggak bagi kaum muslimin. Iya kan? Kita harus tahu. Malu atuh ama jenggot yang tumbuh di mana-mana (eh, jenggot kan cuma tumbuh di bawah dagu ya?). Iya, maksudnya udah gede tapi nggak tahu aturan syariat kan kayaknya gimana gitu? Nggak layak, gitu lho! Sori ini bukan merendahkan, tapi sekadar nyindir bin nyentil aja. Supaya kamu yang belum tahu terpacu untuk belajar. Setuju kan?
Hukum merayakan tahun baru masehi
Nah, sebelum membahas lebih lanjut, saya sengaja menempatkan subjudul ini lebih dulu ketimbang tema lain. Iya, ini supaya kita sebagai muslim bisa berhati-hati sebelum melakukan perbuatan. Sebab, berdasarkan kaidah fiqih dalam ajaran agama kita, bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara (sayriat Islam). Itu sebabnya, sebelum melakukan suatu perbuatan kita harus tahu apakah perbuatan tersebut dihukumi sebagai perbuatan yang dibolehkan, diwajibkan, disunnahkan, diharamkan atau dihukumi sebagai makruh.
Lalu apa hukumnya merayakan tahun baru masehi bagi seorang muslim? Jawaban singkatnya adalah SSTBAH alias sangat sangat tidak boleh alias haram. Titik.
Duh, kok saklek banget sih? Oke, kalo kamu pengen tahu sebabnya, gaulislam mo ngasih bocorannya nih. Bahwa merayakan tahun baru masehi adalah bukan tradisi dari ajaran Islam. Meskipun jutaan atau miliaran umat Islam di dunia ini merayakan tahun baru masehi dengan sukacita dan lupa diri larut dalam gemerlap pesta kembang api atau melibatkan diri dalam hiburan berbalut maksiat tetap aja nggak lantas menjadikan tuh perayaan jadi boleh atau halal. Sebab, ukurannya bukanlah banyak atau sedikitnya yang melakukan, tapi patokannya kepada syariat.Oke?
So, sekadar tahu aja nih, tahun baru masehi itu sebenarnya berhubungan dengan keyakinan agama Nasrani, lho. Masehi kan nama lain dari Isa Almasih dalam keyakinan Nasrani. Sejarahnya gini nih, menurut catatan di Encarta Reference Library Premium 2005, orang pertama yang membuat penanggalan kalender adalah seorang kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Itu dibuat pada tahun 45 SM jika mengunakan standar tahun yang dihitung mundur dari kelahiran Yesus Kristus.
Tapi pada perkembangannya, ada seorang pendeta Nasrani yang bernama Dionisius yang kemudian ‘memanfaatkan’ penemuan kalender dari Julius Caesar ini untuk diadopsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus. Itu sebabnya, penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti: in the year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi)
Nah, Pope (Paus) Gregory III kemudian memoles kalender yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus digunakan oleh seluruh bangsa Eropa, bahkan kini di seluruh negara di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja. Kalender Gregorian yang kita kenal sebagai kalender masehi dibuat berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan Nasrani. “The Gregorian calendar is also called the Christian calendar because it uses the birth of Jesus Christ as a starting date.”, demikian keterangan dalam Encarta.
Di jaman Romawi, pesta tahun baru adalah untuk menghormati Dewa Janus (Dewa yang digambarkan bermuka dua—ini bukan munafik maksudnya, tapi merupakan Dewa pintu dan semua permulaan. Jadi mukanya dua: depan dan belakan, depan bisa belakang bisa, kali ye?). Kemudian perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar ke Eropa (abad permulaan Masehi). Seiring muncul dan berkembangnya agama Nasrani, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para pemimpin gereja sebagai satu perayaan “suci” sepaket dengan Natal. Itulah sebabnya mengapa kalo ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu: Merry Christmas and Happy New Year, gitu lho.
Nah, jadi sangat jelas bahwa apa yang ada saat ini, merayakan tahun baru masehi adalah bukan berasal dari budaya kita, kaum muslimin. Tapi sangat erat dengan keyakinan dan ibadah kaum Nasrani. Jangankan yang udah jelas perayaan keagamaan seperti Natal, yang masih bagian dari ritual mereka seperti tahun baru masehi dan ada hubungannya serta dianggap suci aja udah haram hukumnya dilakukan seorang muslim. Why?
Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman Allah Swt.: “
وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ
“Dan orang-orang yang tidak memberikan perasaksian palsu” (QS al-Furqaan [25]: 72)
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Ulama-ulama Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan ar-Rabi' bin Anas menafsirkan kata "az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) sebagai hari-hari besar orang kafir.
Itu artinya, kalo sampe seorang muslim merayakan tahun baru masehi berarti melakukan persaksian palsu terhadap hari-hari besar orang kafir. Naudzubillahi min dzalik. Padahal, kita udah punya hari raya sendiri, sebagaimana dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik ra, dia berkata, saat Rasulullah saw. datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar ('Ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini?” Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa jahiliyyah". Lantas beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul Fithri" (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, No. 11595, 13058, 13210) Terus, boleh nggak sih kita merayakan tahun baru karena niatnya bukan menghormati kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan agama Nasrani? Ya, sekadar senang-senang aja gitu, sekadar refreshing deh. Hmm.. ada baiknya kamu menyimak ucapan Umar Ibn Khaththab: “Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka” (Dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqy No. 18640) Umar ra. berkata lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka" (ibid, No. 18641) Dalam keterangan lain, seperti dari Abdullah bin Amr bin al-Ash ra, dia berkata, "Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akandikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka” ('Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarh hadits no. 3512)
Nah, berkaitan dengan larangan menyerupai suatu kaum (baik ibadahnya, adat-istiadanya, juga gaya hidupnya), Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR Imam Ahmad dalam Musnad-nya jilid II, hlm. 50)
At-Tasyabbuh secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybihberarti peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa). Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru dan mengikutinya.
Tasyabbuh yang dilarang dalam al-Quran dan as-Sunnah secara syar’i adalah menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka. Hmm.. catet ye!
Tahun baru, dosa baru?
Waduh, masa’ sih kita memulai bilangan tahun dengan dosa baru? Apalagi untuk dosa lama aja kita belum pernah melakukan tobatnya, tapi udah bikin dosa baru. Keterlaluan abis deh kalo sampe punya cita-cita seperti itu. Tapi kenyataannya, ternyata banyak di antara kita yang malah merayakan tahun baru masehi dengan melakukan aktivitas maksiat. Kasihan deh!
Boys and gals, sebenarnya dalam pandangan Islam, untuk mengevaluasi diri selama ini udah ada tuntunannya dalam al-Quran, sebagaimana firman Allah Swt. (yang artinya): “Demi Waktu. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS al-Ashr [103] 1-3)
Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR Ahmad)
Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang mengamalkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan memetakan, mana yang wajib, sunah, haram, mana yang makruh, en mana yang mubah. Intinya kudu taat sama syariat Islam.
Itu artinya perubahan waktu ini harusnya kita jadikan momentum (saat yang tepat) untuk mengevaluasi diri. Jangan malah hura-hura bergelimang kesenangan di malam tahun baru masehi. Sudahlah merayakannya haram, eh, caranya maksiat pula. Halah, apa itu nggak dobel-dobel dosanya? Naudzubillahi min dzalik!
Sobat muda muslim, nggak baik hura-hura, lho. Hindari deh ya. Jangan sampe lupa diri. Itu sebabnya, Rasulullah saw. mewanti-wanti tentang dua hal yang bikin manusia tuh lupa diri. Sabda beliau saw.: “Ada dua nikmat, dimana manusia banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan.” (HR Bukhari)
Nggak baik kalo kita nyesel seumur-umur akibat kita menzalimi diri sendiri. Sebab, kita nggak bakalan diberi kesempatan ulang untuk berbuat baik atau bertobat, bila kita udah meninggalkan dunia ini. Firman Allah Swt.:
فَيَوْمَئِذٍ لاَ يَنْفَعُ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَعْذِرَتُهُمْ وَلاَ هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ
“Maka pada hari itu tidak bermanfaat (lagi) bagi orang-orang yang zalim permintaan uzur mereka, dan tidak pula mereka diberi kesempatan bertaubat lagi.” (QS ar-Rûm [30]: 57)
Jadi, nggak usah deh kita ikutan heboh merayakan tahun baru masehi. Kita evaluasi diri, dan itu dilakukan setiap hari biar lebih seru. Jangan nunggu pergantian tahun baru masehi, entar tobat belum eh udah mati duluan. Rugi berat! Yuk kita tingkatin terus amal baik kita, jangan cuma menumpuk dosa. Hari demi hari harus lebih baik. Yup, mari mulai sekarang juga untuk evaluasi diri. Are you ready? [solihin: sholihin@gmx.net]

01 December 2007

Remaja di Persimpangan Jalan
Adi Supriadi

Para remaja muda-mudi kita adalah warisan kita bagi masa depan. Mereka adalah aset yang berharga agar agama Islam tetap dihayati dan dipraktikkan oleh masyarakat Islam di masa yang akan datang. Mereka adalah harapan masyarakat dan negara. Maka adalah penting bagi kita memastikan agar mereka bersedia untuk membawa panji perjuangan kita di masa yang akan datang. Mereka mesti menjadi orang-orang yang bisa diharapkan, bukan saja untuk membina masyarakat dan negara yang maju, tetapi yang lebih penting adalah agar Islam akan terus menjadi panduan masyarakat.

Alhamdulillaah, sekarang sudah banyak contoh-contoh yang baik yang bisa kita ambil sebagai teladan. Kita mempunyai golongan muda-mudi Islam yang bisa menjadi kebanggaan dan harapan masyarakat. Dan sekarang kita melihat semakin ramai anak muda kita yang mempunyai kesadaran dan penghayatan terhadap agama Islam. Mereka ingin mempraktikkan Agama Islam dalam semua aspek kehidupan mereka. Ini harus dibanggakan dan disebarluaskan agar lebih semarak remaja dan golongan muda menjadikan Islam sebagai kehidupan mereka.

Akan tetapi masih banyak di kalangan remaja kita yang terbawa budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai murni Islam. Sebagai contoh, setiap tahun lebih dari 100 pasangan Islam mendaftarkan diri untuk menikah dengan calon istri yang sudah hamil. Sebagian besar di antara mereka akan melahirkan anak diluar nikah sementara sebagian kecil menggugurkan kandungan mereka. Adakah ini yang kita inginkan dalam masyarakat Islam kita? Adakah ini yang dikatakan sebagai khairul ummah atau sebaik-baik umat?

Semakin banyak remaja kita yang tanpa segan dan malu membuka aurat mereka. Malah ada yang lebih berani lagi. Mereka berdua-duaan dan berkelakuan tidak senonoh di tempat umum. Ini bertentangan dengan ajaran Islam. Pertanyaannya, mengapa mereka melakukan hal yang demikian?

Banyak faktor yang berperan. Tetapi yang paling terlihat adalah faktor pendoktrinan terhadap budaya-budaya asing (Ghazwul Fikr). Kalau zaman dahulu ada televisi. Sekarang ini kita menghadapi pula teknologi internet dan televisi kabel yang mana segala bentuk informasi dapat diraih hanya dengan menekan tombol remote saja.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa internet dan televisi kabel membawa kebaikan. Dengannya kita lebih tahu perkembangan dunia dan ilmu-ilmu sains terkini. Masyarakat kita tidak lagi seperti katak di bawah tempurung. Berbagai manfaat yang dapat kita peroleh.

Akan tetapi internet dan televisi kabel juga membawa unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai Islam. Dan jika kita tidak dibentengi dan diperkuat dengan agama, maka kita juga bisa terpedaya dengan unsur-unsur negatif tersebut. Setiap kali kita menonton film barat, akan dipaparkan adegan-adegan yang tidak sesuai dengan Islam. Setiap kali kita menonton televisi kita akan mendengar perkataan-perkataan jorok. Setiap kali kita menonton televisi kita akan disajikan dengan gaya hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Bayangkanlah! Seorang remaja yang masih memerlukan bimbingan dalam kehidupan mereka, disajikan setiap hari dengan budya hidup yang bertentangan dengan Islam, tidakkah ia akan mudah terpengaruh?

Di internet pula, halaman porno dengan mudah dilihat. Kalau ini menjadi menu harian kepada anak-anak Islam kita semasa mereka sedang ABG, maka tidak heran akhirnya nilai-nilai Islam menjadi asing bagi mereka. Dalam kondisi semacam ini, siapakah yang harus disalahkan?

Setiap orang tua bertanggung-jawab mendidik anak-anak mereka dengan nilai-nilai Islam. Anak-anak adalah amanah Allah. Dan Allah akan minta pertanggungjawaban kita di akhirat kelak mengenai pendidikan terhadap anak-anak kita tersebut. Berapa banyak orang tua yang akan diseret ke neraka atas perbuatan anak-anak mereka?!

Kita tidak boleh menyalahkan televisi kabel atau internet atas keruntuhan akhlak para remaja dan pemuda zaman sekarang ini. Sebaliknya kita perlu merenung kembali. Adakah kita sudah memainkan peranan yang secukupnya sebagai seorang Ayah atau ibu dan atau sebagai seorang abang atau kakak? Adakah kita sudah memainkan peranan dalam mendidik dan menanamkan keimanan dalam jiwa anak-anak muslim kita sehingga mereka tidak mudah terperdaya? Sudahkan anak-anak kita diberi pengajaran Islam yang secukupnya untuk mereka menghadapi dunia sekarang yang penuh godaan ini.

Anak-anak semula memandang orang tua mereka sebagai panduan hidup mereka. Sekiranya orang tua tidak memberikan contoh yang baik, sekiranya orang tua sendiri terpengaruh dengan unsur-unsur negatif Barat, maka tidak heranlah jika anak-anak mereka juga berkelakukan demikian. Seperti kata pepatah : Ayah Kencing Berdiri, anak Kencing berlari.

Akan tetapi kalau orang tua menunjukkan contoh yang baik terhadap anak-anak mereka, menjadikan keluarga mereka sebagai keluarga Islami, yang menerapkan nilai-nilai Islam dalam keluarga mereka, maka percayalah, anak-anak mereka juga akan menjadikan Islam sebagai panduan kehidupan mereka.

Melalui tulisan kali ini, saya ingin menyeru kepada para remaja dan pemuda kita, agar menyadari bahwa mereka adalah harapan keluarga dan negara. Jika mereka menjalankan tanggung-jawab sebagai Pemuda Islam yang dinamis, maka masyarakat kita dan negara akan menjadi lebih maju lagi. Akan tetapi jika mereka lebih mementingkan keseronokan dan hiburan sehingga lalai dari tanggung-jawab, maka masyarakat dan negara kita akan menjadi lemah.

Sebagai remaja Muslim, kita mempunyai empat tanggung-jawab :

Pertama : Kita WAJIB sadar bahwa waktu remaja bukanlah untuk berhura-hura, tetapi waktu tersebut WAJIB diisi dengan mencari ilmu pengetahuan dan menghayati Agama Islam. Jadikan waktu tersebut sebagai persiapan untuk menghadapi masa depan apabila kita semakin tua kelak.

Kedua : Kita tidak mudah terperdaya dengan unsur-unsur negatif. Ambillah budaya yang baik dari siapapun dalam mencari dan meningkatkan ilmu. Tetapi kekalkan akhlak dan cara kehidupan orang Islam. Kita akan menjadi orang yang paling disegani dan dihormati kelak. Kita akan Mulia di dunia dan di akhirat, insya Allah.

Ketiga : Sebagai remaja, janganlah kita menghabiskan masa berkhayal dengan perasaan cinta dan mencari pasangan. Hal itu tidak membawa banyak hasil. Malah waktu kita yang berharga yang sepatutnya dihabiskan dengan mencari ilmu atau berbakti kepada masyarakat.

Keempat : Hormatilah Orang Tua kita, walaupun pada pandangan kita mereka tidak memahami jiwa dan perasaan kita. Sesungguhnya, Orang tua kita adalah pintu syurga. Sekiranya kita tidak sependapat dengan mereka maka katakanlah dengan nada yang lembut dan sopan, bukan dengan membentak dan menunjukkan marah.

Firman Allah SWT dalam surah Al-Isra', ayat 23 yang artinya, "Dan Tuhanmu telah menentukan agar kamu jangan menyembah melainkan Allah dan hendaklah kamu berbuat baik dengan mereka. Jika salah seorang dari mereka atau kedua-dua mereka telah berusia tua, maka janganlah berkata kasar kepada mereka, akan tetapi ucapkan kepada mereka dengan ucapan yang baik dan lembut."

Penulis adalah Putra Kelahiran Ketapang Kalimantan Barat,
Alumni S1 Fakultas Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Haudl Ketapang,Kalimantan Barat

Aktivitas saat ini :
Mahasiswa S2 Manajemen Pemasaran Universitas Winaya Mukti Bandung, Jawa Barat.
Asisten Manager Human Resources Management PT Rabbani Asysa Garment Bandung, Jawa Barat.
Direktur Eksekutif Gerakan Pekerja Raih Sejahtera (GPRS) Bandung Jawa Barat
Ketua Umum Forum Majlis Ta'lim Pekerja (FORMATAP) Bandung Jawa Barat
Sekretaris Divisi Tani Tenaga Kerja & Buruh (TTKB) DPD PK Sejahtera Kota Bandung, Jawa Barat
Penulis di Media Online dan Penceramah diberbagai talkshow dan majlis Ta'lim Pekerja/Buruh di Kota Bandung, Jawa Barat

22 October 2007

Sebuah Renungan, Teguran, Sekaligus Doa

Oleh : Mariani Tri Agustina

Kawan, hidup ini ternyata,tidak sekedar mengejar cita-cita pribadi saja
Di luar sana masih banyak orang tidak punya rumah
Masih banyak orang yg bahkan tidak tahu apakah besok pagi dia masih bisa makan
Masih banyak anak-anak yang bahkan tidak tahu sampai kapan mereka akan terus tidur beratapkan langit yang bahkan terkadang memuntahkan air dan beralaskan tanah yang keras

Masih banyak mereka yang masa depannya tidak jelas
Tapi sayangnya kita sering lupa akan hal itu

Seringkali kita hanya ingat dan berempati hanya saat penderitaan mereka disodorkan depan muka kita. Selebihnya, mungkin kita lupa. Padahal seharusnya kita lah yang mencari tahu. Kita yang mencari fakta-fakta, bukan menunggu untuk ditemukan oleh fakta. Tapi sayangnya, kenyataan yang sering terjadi adalah kita hanya menunggu.

Masih banyak mereka yang tidak mandi karena alasan-alasan yang mungkin bagi kita mudah saja, seperti air bersih, sabun, dll. Sedangkan kita pun mungkin secara sadar maupun tidak sering membuang-buang air bersih atau memiliki banyak sabun yang tidak terpakai. Masih banyak mereka yg tidak memiliki baju selain yang menempel di tubuh mereka dan kita masih sempat mengeluh ngeluh karena baju kotor yang menumpuk? Ingatlah kawan..itu artinya kita beruntung memiliki banyak baju.

Masih banyak mereka yang tidak memiliki orang tua dan kita terkadang sering menggerutu hanya karena ditegur orang tua?
Ingatlah kawan..itu artinya kita beruntung karena masih diizinkan Allah untuk mewujudkan rasa sayang dan membalas kebaikan orang tua kita.
Seringkali kita mengeluh dan mengomel karena kelelahan berjalan kaki. Ingatlah kawan..itu artinya kita masih punya kaki dan tubuh yang berfungsi dengan baik.

Apapun yang terjadi..
Seburuk apapun keadaan kita,,cobalah kita pandang dari sudut pandang yang berbeda
Dan kita akan menemukan dan pada akhirnya mengerti cara Allah menyayangi, mendidik, dan memberi yang terbaik untuk kita
Because we are loved

Tapi kenapa kita sering lupa?
Kenapa kita sering tidak berinfaq jika tidak diminta?
Kenapa tidak mencari tahu di mana kita bisa berinfak?

Kawan..
Hidup tidak hanya bersemangat berprestasi dalam bidang akademik, organisasi, atau pekerjaan
Semua itu bagus sekali namun semangat dan prestasi luar biasa itu tidak ada artinya bila implementasinya sama dengan nol
Tidak ada artinya bila ternyata kita sampai lupa dengan orang-orang di luar sana
Mereka yang menjadi korban kemerdekaan yang blum merdeka
Mereka yang menjadi korban para pejabat yg bagai kacang lupa kulitnya itu
Mereka yang terlupakan, mereka yg dibohongi, mereka yg tertindas, mereka yg terjajah oleh 'kemerdekaan' negeri ini

Kawan..
Bersyukurlah punya banyak makanan
Banyak sekali orang yg kelaparan di dunia ini
Di Ethiopia, India, Indonesia, atau bahkan mungkin beberapa meter dari tempat kita duudk saat ini
Jadi ingatlah kawan..Jangan sampai kita membiarkan makanan membusuk di kulkas atau menjadi basi di dalam lemari / tudung saji

Kawan..
Mari kita luangkan waktu..,,untuk bersyukur
Ya, untuk bersyukur
Karena selalu harus ada waktu untuk bersyukur
Jangan sampai kita bersikap tidak tahu diri
Jangan sampai kita rutin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman namun tidak ingat untuk berterima kasih kepada Allah

Kawan...
Mari kita menghargai setiap waktu yang terlewat karena waktu tidak dapat berputar kembali
Bahkan Leonardo Da Vinci pernah menyatakan keheranannya mengenai manusia yangg sering tidur. Ia berpendapat manusia hidup tersebut seperti orang mati saja karena apa bedanya orang yang msh hidup dengan yang sudah meninggal apabila yang hidup juga tidak melakukan apa-apa (baca: sia2)?

Kawan..
Lihat ke negeri Palestina sana
Ke negeri para bayi yang terlahir untuk hidup di surga
Ke negeri yg para penghuninya waspada setiap saat terhadap pengeboman, penjarahan, pembunuhan, dan segala ketidakadilan yg dilakukan oleh orang2 yg mengatasnamakan perebutan kembali tanah milik mereka
Ke negeri yang pedih karena para muslim yg seharusnya bertitel saudara tidak bertindak sepertt saudara (baca: tidak mendukung)

Kawan..
Skali lagi, ingatlah..
Kita harus peka
Selalu lihat ke bawah tapi jangan lupa lihat ke atas juga
Selalu lihat ke depan tapi sesekali jangan lupa untuk menoleh ke belakang juga
In order to be a better person, we can't improve urself only without caring 4 others

Kawan..bayangkanlah kesepiannya mereka yang tidak memiliki keluarga, mereka yg dimusuhin, dikucilkan, apalagi kesepian dan kepedihan orang-orang yang ditinggal mati kluarganya yang terbunuh di depan mata merekaKawan...
Jangan terlalu sedih walaupun kadang orang suka meremehkan kita
Di belahan dunia di sebelah mana pun, banyak sekali orang-orang terbuang yg mungkin jauuuuhh lebih tersakiti daripada kita
Mereka dianggap hina
Mereka dipandang rendah
Entah berapa banyak cacian yg sudah mereka dengar
Perlakuan kasar yang mereka dapat juga tak terhitung
Lihatlah semuanya lebih dekat..dan kita akan sadar betapa sempurnanya hidup kita, paling tidak bagi diri kita sendiri



KOMUNIKASI DAN LIDAH

Lidah....organ terkecil dari tubuh kita, tapi nahkoda yang mengendalikan seluruh hidup kita. Tergantung bagaimana kita memegang kemudi itu. Jika kita tak bisa mengendalikannya, hancurlah seluruh hidup kita. Satu sumber mata air yang dapat memancarkan kasih dan pahit.

Lidah...lima huruf, tapi memiliki dampak yang sangat radikal. Dia dapat menyakiti, dia dapat juga memberkati orang dengan kata-kata lembutnya. Dia dapat membuat orang menangis, dia dapat juga membuat orang tersenyum. Dia dapat membunuh, dia dapat juga mendamaikan. Dia dapat menimbulkan konflik, dia dapat juga mempersatukan.

Lidah...karena dia, persahabatan yang tak terbina dengan baik bisa hancur dengan kesalahpahaman. Karena dia, sepasang kekasih memutuskan berpisah oleh kurangnya pengertian dan keegoisan satu sama lain. Karena dia juga, suami istri yang tak teguh memegang komitmen hidup akhirnya memutuskan berpisah. Karena dia, para pemuda jatuh dalam lubang kebinasaan. Karena dia, dua suku bangsa dapat bertengkar hanya dipicu satu orang saja. Karena dia, dua negara yang berdamai bisa terpecah belah.

Lidah...dia membuat orang bisa menjadi marah, memfitnah, membunuh, egois, tidak bisa mengerti keadaan orang lain, menang sendiri, acuh tak acuh, sinis, iri hati dan dendam. Tapi lidah juga membuat hati yang beku menjadi hancur, hati yang dipenuhi amarah dapat luluh oleh adanya kata-kata bijak,

Tetapi kadangkala manusia mengabaikan betapa pentingnya komunikasi. Mereka tak pernah berpikir dampak yang kan terjadi bila kata-kata itu keluar dari mulut mereka. Lidah dapat mengeluarkan perbendaharaan yang baik jika dikendalikan oleh nahkoda yang bijaksana pula. Sebaliknya lidah dapat mengeluarkan perbendaharaan yang menyakitkan jika berada di tangan nahkoda yang akhlaknya buruk.

Komunikasi yang terbina dengan baik bisa menjadi akhir yang sangat membahagiakan dan melegakan dahaga di hati. Dua insan yang bertengkar dapat bersatu karena adanya kata-kata yang lembuat keluar dari seorang bijak. Sepasang kekasih yang bertengkar dapat kembali bersatu karena adanya insan yang mendamaikan, meski insan itu menyukai salah satunya. Negara yang sudah tercerai berai dapat bersatu karena adanya kata-kata bijak dari sang diplomat.

Lidah yang baik adalah lidah yang ingin sahabatnya bahagia, dan ingin menghancurkan persahaban itu walau sudah di ujung tanduk; lidah yang berusaha agar kekasihnya dapat kembali lagi padanya, meski sudah tak ada yang dapat dilakukannya; lidah yang ingin agar sahabatnya tersenyum kembali walaupun dia kecewa padanya dan tak ingin menyakitinya. Lidah yang baik adalah lidah yang selalu menyayangi orang lain, meski orang itu melukai perasaannya.

Jadilah lidah-lidah yang memberkati orang-orang di sekelilingmu, nahkoda-nahkoda yang membuat orang lain tersenyum, nahkoda yang memberi ketenangan dan kedamaian....

------------
aynne
unnique_girl@yahoo.com


06 September 2007

THE BIGEST LOVE
‘TILL THE END OF THE WORLD


Cinta, di banyak waktu dan kesempatan orang berbeda dalam mengartikannya. Manusia tidak jatuh ke dalam cinta juga tidak keluar darinya. Namun, manusia tumbuh dan besar dalam cinta. Cinta, laksana air yang terus mengalir menyusuri hamparan bumi, ia ibarat udara yang mengisi ruang-ruang kosong.

Cinta, membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Cinta juga mengajarkan kepada kita bagaimana arti sebuah pengorbanan dan memahami betapa besar kekuatan yang dihasilkannya. Dengan cinta dunia yang penat ini terasa indah. Ia juga mengajarkan kepada kita bagaimana caranya harus jujur dan berkorban, memberi dan menerima, melepas dan mempertahankan.

Telah banyak tinta sejarah mencatat kisah-kisah yang menggambarkan betapa dahsyatnya kekuatan cinta. Badung Bondowoso, tidak tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan membangun seribu candi untuk Lorojongrang seorang. Sangkuriang pun tak kalah dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih, yang ternyata ibunya sendiri. Di India, Tajmahal bangunan yang maha megah juga didirikan karena cinta. Di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih, buah hati sang raja. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal dari cinta.
Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudra kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik. Dan Islam tidak saja mengagungkan cinta tapi memberikan contoh konkrit dalam kehidupan, lewat kehidupan manusia mulia, Rasulullah tercinta.

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya.
Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya. Pagi itu Rasulullah dengan suara terbata-bata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal kepada kalian, Sunnah dan Alquran. Barang siapa mencinta sunnahku, berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan bersama akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu-persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafasnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua“, desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menyelesaikan menunaikan tugasnya. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadlal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar saat itu, seluruh yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu jika mungkin.

Matahari kian meninggi, tetapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat yang membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?“ tanyanya.
Tapi Fathimah tidak mengizinkanya masuk.
“Maafkanlah, Ayahku sedang demam”, kata Fathimah yang membalikkan badannya dan menutup pintu.
Kemudian dia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fathimah, “Siapakah itu wahai anakku?“
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru kali ini aku melihatnya”, tutur Fathimah lembut.
Lalu Rasulullah memandang putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia, dialah Malaikat Maut”, kata Rasulullah.
Fathimah pun menahan ledakan tangis. Malaikat Maut sama menghampiri, tetapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit menyambut ruh kekasih Allah.
“Jibril apa hakku nanti dihadapan Allah nanti?“ tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malikat telah menanti ruhmu. Semua surga telah terbuka lebar menanti kedatanganmu”, kata Jibril.
Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib ummatku kelak?” Rasulullah balik bertanya.
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah. Aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku : ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali ummat Muhammad telah berada di dalamnya”, kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat saat Malaikat Maut melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakitnya sakarotul maut ini”, lirih Rasulullah mengaduh.
Fathimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.
“Jijikah engkau melihatku sehingga kau palingkan wajahmu, Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega melihat kekasih Allah direnggut ajal”, kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya, Allah dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada ummatku”, rintih Rasulullah menahan sakit yang tak terkira.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya.
“Uushikum bi sholati wa maa malakat aiy manukum, peliharalah sholat dan santuni orang-orang lemah diantaramu”, desahnya.
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fathimah menutupkan tangan di wajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii....ummatii...ummatii ..”
Dan putuslah kembang hidup manusia mulai itu.

KINI MAMPUKAH KITA MENCINTAI BELIAU
BESERTA AJARANNYA
SEPERTI BELIAU MENCINTAI KITA(UMMATNYA)?

04 September 2007

Menjadikan Hidup Punya Makna

Oleh : MR. Kurnia

Hidup dapat dirasakan tapi sulit didefinisikan. Dalam hidup ini, manusia dan hewan sama saja. Sama-sama makan, minum, bergerak, berkembang biak, menyayangi anak, dan berinteraksi satu sama lainnya. Bedanya, hewan melakukan semua itu dengan sekehendak hatinya, sedangkan manusia ada yang melakukan dengan sekehendaknya dan ada pula yang diatur dengan aturan Allah SWT Penciptanya. Bila manusia dalam menjalani hidupnya ini hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semata berarti tidak ada bedanya oran tersebut dengan hewan. Demikian pula bila seseorang menjalani hidup ini seenak perutnya, bebas tanpa aturan, memperturutkan logika dan hawa nafsunya, serta melupakan aturan Allah SWT, saat itu orang tadi tidak dapat dibedakan dengan hewan. Berkaitan dengan ini Allah SWT menegaskan di dalam al-Qur’an Al-A’rof [7] ayat 179 yang artinya:

Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahanam itu kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai qulub, tapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Alllah), mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (kebenaran dan kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah), mereka itu seperti binantang ternak, bahkan mereka libih sesat lagi. Mereka itu orang-orang yang lalai”

Dalam Hal ini Imam Ibnu Katsir, memaknai ayat ini tadi dengan menyatakan bahwa Allah SWT menyediakan jahanam bagi manusia yang melakukan perbuatan-perbuatan penghuni jahanam. Mereka demikian dikarenakan alat indera yang sebenarnya telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai jalan datangnya hidayah tersebut tidak bermanfaat bagi mereka. Sebab, mereka itu buta, tuli dan bisu dari mengikuti petunjuk dari Allah SWT. Mereka yang tidak mendengarkan kebenaran (Islam), tidak mengikuti kebenaran (Islam), dan tidak mengikuti petunjuk Allah SWT lakasana hewan berjalan yang alat-alat indranya tadi tidak bermanfaat sedikitpun kecuali untuk perkara-perkara yang diperlukannya secara lahiriyah di dunia. Mereka ketika diseru untuk beriman tidak mengindahkan. Persis seperti hewan bahkan mereka lebih sesat dari binatang. Binatang diciptakan oleh Allah SWT untuk dipergunakan manusia demi kepentingannya, dan hewan memenuhinya. Sedangkan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, namun mereka malah kufur kepadanya.

Selain pemaparan dari Imam Ibnu Katsir diatas, jelaslah ayat tersebut menjelaskan bahwa siapa saja yang tidak mempergunakan qulubnya (akal dan hatinya) untuk mengkaji, memikirkan, dan menghayati Islam yang terdapat dalam nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai teks kebenaran yang diwahyukan oleh Allah SWT niscaya dia akan seperti hewan. Demikian pula orang yang tidak mempergunakan telinga dan matanya untuk mendengar, melihat dan mencari kebenaran. Sungguh hal ini benar-benar merupakan ejekan yang luar biasa. Andai saja ada orang yang mengatakan kepada kita bahwa kita seperti babi atau sapi, apa perasaan kita? Pasti Marah! Sekarang, Allah menyatakan bahwa orang yang tidak memahami, tidak tunduk dan tidak patuh kepada wahyuNya disebut hewan bahkan lebih sesat dari hewan. Padahal sebinal-binalnya hewan tidak ada yang homo atau lesbian sesama hewan! Sejahat-jahatnya hewan tidak ada yang mencincang anaknya sendiri! Astagfirullahal ‘Azhim!

Bila demikian, sungguh adanya aqal, hati, penglihatan dan pendengaran pada orang seperti tadi sama dengan tidak adanya. Seperti dalam firman Allah:

Dan kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikitpun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah” (Qs. Al-Ahqaf [46]: 26).

Untuk itu tidak ada jalan lain selain mengguankan aqal dan hati untuk memahami kebenaran, mata untuk mencari dan melihat kebenaran, dan telinga senantiasa mendengar kebenaran.

Dan kebenaran itu adalah apa-apa yang datang dari Allah dan itu ada dalam Islam, seperti dalam firmannya:

Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (Qs. Al-Baqarah [2]: 147).

Siapa saja yang menjadikan selain Islam sebagai dien (agama, sistem hidup), niscaya ditolaknya apapun darinya dan ia di akhirat termasuk orang yang rugi” (Qs. Ali-Imron [3]: 85).

Dengan kata lain, segenap potensi yang dimilikinya itu digunakan untuk memahami dan menghayati Islam untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan hal tersebut, Allah SWT menyatakan dalam firmannya:

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepadaku” (Qs. Adz Dzariat [5]: 56).

Jelas sekali, Allah SWT sebagai pencipta menusia menetapkan bahwa keberadaan manusia di dunia ini hanyalah untuk beribadah kepadaNya. Padahal ibadah itu maknanya taat kepada Allah, tunduk dan patuh kepadaNya serta terikat dengan aturan agama yang disyariatkanNya. Jadi manusia ini hidup (ada didunia ini) semata-mata tunduk dan patuh kepada aturan dan hukum-hukum Allah SWT dalam semua perkara: aqidah, ibadah mahdhah, sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan budaya.

Melalui ibadah seperti inilah manusia akan berbeda dengan hewan bahkan melambung jauh lebih tinggi daripada derajat hewan. Hewan makan, manusia juga makan. Tetapi manusia tidak sembarangan makan. Ia makan hanya makanan yang halal dan baik, memperolehnya dengan cara yang dibolehkan Allah SWT, cara makannnya pun tidak sembarangan. Hewan melampiaskan birahi, demikian pula manusia. Namun manusia hanya melampiaskan birahi hanya kepada perempuan (apabila dia laki-laki), itupun sudah dinikahi terlebih dahulu sesuai dengan hukum Islam. Setelah pernikahanpun diurusnya istrinya tersebut, dididiknya, tujuannyapun bukan bersifat seksual melainkan untuk mendapatkan keturunan yang shalih. Hewan hidup bersama dengan sesamanya. Demikian pula hanya manusia. Bedanya, dalam kehidupannya hewan tidak diatur secara formal, yang kuat itulah yang menang dan berkuasa. Sebaliknya, manusia diatur oleh aturan-aturan Allah SWT. Kedaulatan ada ditangan syara’, sehingga yang menentukan halal haram, baik buruk, terpuji tercela, serta mana yang boleh ada ditengah masyarakat dan mana yang tidak boleh ada hanyalah Allah SWT yang diketahui lewat hukum-hukumnya dalam al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas.

Sekarang pertanyaan yang muncul, kapan tunduk, patuh dan taat kepada aturan Allah SWT itu? Marilah kita mengingat perkataan Rosulullah Dalam sebuah hadits:

Bertaqwalah engkau dimanapun engkau berada!” [HR. Turmudzi].

Jadi jawabannya sangat tegas, yaitu setiap saat. Sungguh sabda Rosulullah SAW itu sangat gamblang untuk dipahami. Kita juga harus mengingat bahwasannya Allah SWT itu menghisab seluruh perbuatan manusia. Allah tidak hanya akan menghisab aktivitas kita ketika dimasjid saja atau sedang di pengajian. Sebaliknya, Dia Dzat Maha Tahu akan meminta pertanggungjawaban manusia dimanapun saja dan kapan saja, baik di kamar mandi, di tengah rumah, di kendaraan, di jalan, di pasar, di kampus, di ruang pengadilan, di gedung-gedung pemerintahan, dan di semua tempat lainnya. Semua perbuatan akan diminta pertanggungjawabannya apakah sesuai dengan Islam atau tidak, apakah sesuai dengan visi dan misi hidup didunia yaitu ibadah, ataukah tidak. Allah SWT berfirman:

Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Qs. Ath-Thur [52]: 21).

Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (Qs. Al-Muddatstsir [74]: 38).

Bila hidup manusia sesuai dengan tugas yang diberikan Allah SWT kepada manusia maka hidupnya akan bahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, bila tidak, ia akan nestapa di dunia dan di akhirat. Untuk itu patut direnungkan firman Allah SWT berikut:

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Hadid [57]: 16).

Sungguh, ayat di atas merupakan pertanyaan retoris bagi mereka yang tetap tidak mau menundukkan dirinya kepada aturan-aturan Allah SWT. Sekarang sudah tiba waktunya! Dan Allah menyindir orang beriman “Belumkah datang waktunya…” Benar, sekarang sudah tiba waktunya. Kapan lagi ketundukan, kepatuhan, dan ketundukan kepada Allah SWT bila bukan sekarang. Besok lusa mungkin nyawa sudah tiada. Jauh-jauh sebelumnya Rasulullah SAW mengingatkan:

Bersegerahlah kalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh hal: apakah yang kalian nantikan kecuali kemiskinan yang dapat melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang dapat mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat menyudahi segala-galanya, atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia adalah sejelek-jelek yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat adalah sesuatu yang sangat berat dan sangat menakutkan.” [HR. At-Turmudzi].

Benar, tidak ada yang perlu ditunggu! Kini saatnya memproklamirkan: hidupku untuk ibadah! Hanya dengan langkah begini hidup menjadi punya makna. Bila tidak, apa bedanya dengan hidup hewan. Na’udzu billahi min dzalik.




Muslim Teoritis

Oleh : Azhari

Betapa banyak orang yang tahu tentang Islam, ia tahu bahwa ada perintah Allah swt (wajib) tetapi masih diabaikannya, ia tahu larangan Allah swt (haram) tetapi masih dikerjakannya. Ia telah menjadi muslim/muslimah teoritis, baginya Islam hanya setumpuk informasi yang ia simpan digudang memorinya. Islam menjadi kering tanpa makna!, tidak aplikatif dalam kehidupannya!

Mereka bisa jadi, tidak menjalankan syari’at Allah swt dengan alasan belum memperoleh hidayah Allah swt. Jangan!, jangan kambing-hitamkan Allah swt yang tidak memberikan hidayah, jangan tambah lagi kemaksiaatan baru dengan berburuk sangka kepada Allah swt. Allah swt telah menurunkan hidayah-Nya kesetiap manusia, manusia saja yang ingkar dan sombong serta tidak mau membuka pintu hatinya menerima kebenaran yang datangnya dari Allah swt.

Lihatlah para artis itu betapa islami penampilannya dengan jilbab selama bulan Ramadhan, setelah Ramadhan berlalu ia tanggalkan semuanya dan kembali kezaman jahiliyah dengan aurat bertebaran. Ia pikir, Islam hanya ada dibulan Ramadhan?

Lihatlah remaja putri dan Ibu-ibu shalat tarawih dimesjid, dengan mukena indah dan rapi menutup aurat. Tetapi sepulang dari mesjid ia tanggalkan mukena itu, yang tersisa baju kaos ketat dan celana pendek diatas lutut. Ia pikir, Islam hanya ada dimesjid?

Islam tidak terbatas dalam waktu tertentu, yakni dibulan Ramadhan saja. Islam tidak terbatas ditempat tertentu, yakni dimesjid saja. Islam berlaku disegala zaman dan disemua tempat. Syari’at yang berlaku di negeri Arab juga berlaku disini, syari’at yang berlaku dizaman Rasulullah saw juga berlaku dizaman ini. Judi dizaman Rasulullah dengan panah dan sekarang dengan pacuan kuda. Tekniknya saja yang berkembang, tetapi tetap judi dan haram hukumnya.

Satu masalah kecil masuk WC, diatur oleh syari’at Allah swt yang mulia. Untuk masuk WC baca do’a, masuk dengan kaki kiri, ada adab dalam WC, keluar WC baca do’a lagi dan keluar dengan kaki kanan. Perhatikan!, satu masalah kecil MASUK WC ada aturannya dalam Islam (Al-Quran dan sunnah), mustahil Islam tidak mengatur MASUK PASAR untuk berdagang, MASUK PERUSAHAAN untuk bekerja, MASUK RUMAH TANGGA disaat menikah, MASUK NEGARA untuk mengurus rakyat, MASUK MASYARAKAT untuk bersosialisasi, dan MASUK-MASUK yang lainnya. Maha Suci Allah swt atas kealpaan dalam mengatur urusan manusia yang diciptakan-Nya, tidak ada secuil urusan-pun yang terlupakan oleh Allah swt.

Sehingga, setiap sisi kehidupan kita harus mengikuti syari’at Allah swt, apakah aktifitas individu, jama’ah atau negara, sama-sama harus mengikuti aturan Allah swt (syari’at Islam). Lantas, bagaimana kita tahu telah melanggar aturan atau tidak, jika kita tidak mempelajari aturan itu. Itulah gunanya untuk mengkaji Islam lebih dalam, agar kita tahu adakah rambu-rambu Allah swt yang telah dilanggar.

Karena setiap amal kecil maupun besar, tampak maupun tidak tampak, dahulu maupun sekarang, akan diperhitungkan di yaumil akhir nanti (akhirat). Sebesar atom kebaikan akan dihitung sebagai pahala, sebesar atom kemaksiaatan akan dihitung sebagai dosa.

Maka siapa saja mengerjakan kebaikan sebaerat dzarrahpun, niscaya akan melihat (balasan)nya, dan siapa saja yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula (Al-Zalzalah 7-8).

Untuk itu, jangan jadi muslim/muslimah teoritis, tingkatkan pemahaman keislaman kita (aqliyah), kemudian laksanakan dalam setiap gerak langkah kehidupan kita (nafsiyah). Sehingga Islam merasuk kedalam jiwa, mengalir dalam darah, memancar dalam setiap ucapan dan perbuatan, sehingga muslim/muslimah itu bagaikan Islam yang berjalan.

Mari menuju kesempurnaan Islam dengan aqliyah dan nafsiyah Islam tadi, karena kita juga ingin memperoleh hasil yang sempurna, yakni syurga Allah swt.

06 August 2007

Dinamika Aqidah Islamiyah



 Islam adalah jalan hidup yang sempurna. Islam merupakan pandangan hidup yang menentukan tingkah laku kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari. Agar kaum muslimin menyadari betapa pentingnya keterikatan dengan hukum syara', cenderung hidup hanya untuk Islam, dan berjuang demi menyebarluaskan Islam -- sebagai satu risalah yang universal -- ke seluruh penjuru dunia; maka harus dibangkitkan pada diri mereka semangat merealisasikan Islam dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan mengikatkan diri pada hukum syara'. Rasa rindu untuk hidup di bawah naungan Islam sangat diperlukan. Demikian pula rasa takut terhadap azab Allah yang akan menimpa mereka apabila tidak menerapkan Islam dan tidak terikat dengan hukum-hukumnya.

Bangkitnya semangat tersebut hanya dapat terwujud dengan membangkitkan aqidah Islam dan menancapkannya kembali dalam diri kaum muslimin. Apalagi cahaya aqidah tersebut telah meredup dari hati kaum muslimin. Bahkan tidak lagi berpengaruh dalam kehidupan mereka, dan tidak mampu lagi menyalakan semangat untuk mengikat-kan diri dengan hukum syara'.

Aqidah kaum muslimin saat ini sesungguhnya benar-benar telah kehilangan gambaran tentang hari kiamat. Hati mereka tidak lagi tergetar akan azab Allah atau merasa takut terhadap api neraka jahanam. Mereka juga telah kehilangan rasa rindu kepada surga, berikut keni'matan akhirat yang hakiki. Bagi mereka, keni'matan-keni'-matan surga yang abadi itu -- yang tak pernah dilihat oleh mata manusia dan belum per-nah didengar oleh telinga -- sudah tidak lagi menarik. Akibatnya, kaum muslimin tidak lagi mencita-citakan keridlaan Allah SWT sebagai nilai hidup yang tertinggi. Mereka mengalihkan perhatiannya kepada dunia dengan segala perhiasannya, terutama harta, kedudukan, kekuasaan, rasa cinta kepada isteri-isteri dan anak-anak.Mereka telah men-jadikan kebutuhan materi sebagai satu-satunya nilai hidup yang dikejar-kejar. Pan-dangan mereka tidak lagi mengarah ke langit tetapi telah terfokus kepada dunia.

Kondisi aqidah yang lemah ini telah menyebabkan berbagai bencana terus menerus menimpa diri kaum muslimin saat ini, mulai dari lepasnya keterikatan terhadap hukum-hukum Islam, ketidakberdayaan menghadapi hukum-hukum kufur yang berasal dari Barat, termasuk dominasi negara adikuasa atas negeri-negeri mereka yang telah memperalat penguasa mereka dan merampas harta kekayaan mereka; hingga mereka menerima berbagai kehinaan dan kenistaan, hidup dalam suasana ketakutan dan ke-pasrahan, serta sibuk mengejar kesenangan duniawi dengan melupakan Allah SWT.

Oleh karena itu untuk menyelesaikan seluruh problematika tersebut, mau tidak mau aqidah kaum muslimin harus dibangkitkan, seraya dimantapkan dan dihidupkan kembali.Manakala aqidah aqliyah pada diri mereka telah berfungsi kembali, maka sungguh semangat mereka akan kembali bangkit. Kaum muslimin akan kembali kepada Allah dan terikat pada syari’atNya. Mereka akan disiplin dalam melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi apa yang dilarangNya.

Kaum muslimin akan melepaskan semua undang-undang thaghut (kufur) dan bahkan menumpas kepemimpinan penguasa mereka yang menentang Allah dan Rasul-Nya tanpa takut lagi akan rizki atau nyawanya sekalipun. Sebab mereka (kaum mus-limin) telah beriman bahwa rizki dan hidup berada di tangan Allah SWT semata, bukan berada di tangan makhluknya. Kerinduan mereka terhadap syurga dan segala keni'ma-tan yang ada di dalamnya akhirnya akan mampu mengalahkan kecintaan mereka terhadap kesenangan duniawi. Ketakutan mereka terhadap azab jahanam juga akan mengatasi rasa takut mereka terhadap para penguasa kufur dengan segala ancaman serta kekejamannya.

Dari sini jelaslah bahwa lemahnya keterikatan terhadap hukum syara' dalam hubungan individu dan masyrakat merupakan akibat dari lemahnya semangat aqidah akliyah yang ada pada diri kaum muslimin. Sebab, keterikatan terhadap hukum syara' merupakan buah dari iman. Jadi, apabila semangat iman ini makin kuat maka semangat keterikatan itu akan semakin kuat pula. Sebaliknya, apabila semangat iman itu makin lemah maka keterikatannya pun akan menurun.

Demikian pula harus dipahami bahwasanya meskipun tugas yang paling penting yang dibebankan pada pundak pengemban da'wah --yang berjuang untuk mengembali-kan pelaksanaan hukum-hukum Allah SWT-- adalah mencurahkan tenaganya untuk menjelaskan betapa pentingnya nilai keterikatan terhadap hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan nilai-nilai dasar bagi kehidupan, juga berusaha mewujudkan kesadaran umum pada diri kaum muslimin terhadap nilai-nilai dasar kehidupan menyangkut hubungan antar individu masyarakat, antara mereka dengan negara atau antara mereka dengan negara dan bangsa lain; namun sesungguhnya hal yang paling penting lagi ialah bahwa mereka harus memahami bagaimana cara menjelaskan pentingnya keterikatan terhadap hukum-hukum syari’at dan upaya-upaya yang dapat mewujudkan kesadaran umum di tengah-tengah umat terhadap pentingnya keterikatan dengan hukum-hukum syara' tersebut.

Semua ini tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan menanamkan aqidah aqliyah, memberikan gambaran detailnya, serta menancapkan ide-ide yang tercantum dalam Al Qur’an dalam jiwa kaum muslimin. Karena sesungguhnya yang mendorong melaksana-kan syari’at dan terikat dengan hukum-hukumnya adalah hasil dari gambaran detail aqidah tersebut serta sejauh mana tertanamnya dalam jiwa umat. Dengan demikian kaum muslimin akan takut terhadap ancaman azab neraka manakala mereka menyim-pang dari syari’at Islam. Mereka akan mengharap surga yang penuh ni'mat pada saat mengikuti syari’at dan terikat dengan hukum-hukumnya. Pada saat itulah akan nampak keterikatan terhadap hukum-hukum syari’at dalam perilaku individu maupun dalam berinteraksi dengan masyarakat.

Oleh karena itu, bukan tanpa disengaja apabila Al Qur’an selama tiga belas tahun di Makkah selalu memfokuskan aqidah dan menanamkan ide-idenya, sehingga masya-rakat sudah terbiasa mendengar ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan di siang maupun malam hari, senantiasa membicarakan masalah aqidah dan ide-idenya. Pada periode Madinah, meskipun perhatian Al Qur’an terfokus pada penerapan hukum-hukum syariat, namun ayat-ayat yang diturunkan selalu mengingatkan kaum muslimin terhadap aqidah dan mengkaitkan hukum-hukum yang diturunkan tersebut dengan iman. Hal ini disebabkan karena aqidah memiliki kedudukan paling tinggi dalam mewujudkan semangat dalam diri orang-orang yang beriman untuk melaksanakan perintah dan me-nerapkan hukumnya. Oleh karena itu, agar kita dapat membuahkan hasil dalam mem-bangkitkan dan menggerakkan umat, juga agar kita apat menghidupkan kembali seman-gat ddan kerinduan umat terhadap pelaksanaan hukum-hukum Islam, di bawah naungan sistem khilafah Islam, maka mau tidak mau harus meneladani cara yang ditempuh Al Qur’an Al-Karim dalam hal ini.

Berikut ini ditunjukkan beberapa ayyat sebagai contoh tentang cara Al Qur’an yang berkaitan dengan hal ini:

فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوا في
أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليماً .

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasakan keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya " (An Nisaâ: 65).

يا أيها الذين آمنوا إن تطيعوا فريقاً من الذين أوتوا الكتاب
يردوكم بعد إيمانكم كافرين .


"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah beriman " (Ali Imran: 100)

يا أيها الذين آمنوا اصبروا وصابروا ورابطوا واتقوا الله لعلكم تفلحون


"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu beruntung " (Ali Imran: 200)

يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama-mu dengan jalan yang batil " (An Nisa: 29)

لا تجد قوماً يؤمنون بالله واليوم الآخر يوادون من حاد الله ورسوله



"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya." (Al Mujadilah: 22)

Ayat-ayat seperti ini, dan ratusan yang lainnya serta ratusan hadits yang mulia, ketika menjelaskan sesuatu ide, hukum, pemecahan, perintah atau larangan sesung-guhnya selalu dikaitkan dengan aqidah dan semangat iman, serta memberi dorongan untuk melaksanakan dan mengingatkan terhadap apa yang diinginkan oleh ayat.

Demikianlah jalan yang digunakan oleh Al Qur’an ketika menjadikan masyarakat menerima aqidah, memiliki sikap komitmen dan mengikatkan diri pada hukum-hukumnya. Jadi, pengaruh rasa takut terhadap Allah SWT, takut terhadap azab kubur dan kedahsyatan hari kiamat, pedihnya siksa neraka jahanam; lalu kerinduan akan surga berikut keni'matannya yang kekal di dalamnya dari hal-hal yang diinginkan oleh setiap jiwa, termasuk hal-hal yang indah dilihat mata, istana-istana yang sangat indah berikut bidadari yang cantik-cantik dan gadis-gadis yang segar-segar; semua ini menjadikan manusia mengalihkan pandangannya ke langit dari yang semula sibuk mencari kesenangan duniawi. Semua ini dapat memalingkan mereka kepada hal-hal yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dan kepada surganya serta menjauhkan dirinya dari azab neraka.

Dari sinilah kaum muslimin bertolak untuk mengikatkan diri kepada hukum-hukum Allah, bertarung melawan ide-ide kufur yang sudah merajalela berikut para penguasa thaghut yang bertindak sebagai musuh-musuh Islam. Kaum muslimin akan siap melakukan perjuangan politik melawan setiap pemerintahan thaghut dan mau berjuang secara sungguh-sungguh untuk menumpas sistem pemerintahan kufur dan melepaskan diri dari dominasi mereka serta mengembalikan pelaksanaan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT.

Oleh karena itu, adalah suatu keharusan untuk menghidupkan kembali aqidah Islam pada jiwa kaum muslimin, agar dapat mendorong komitmen mereka dan terikat dengan hukum-hukum syari’at serta bersegera merubah keadaan mereka, melenyapkan kekuatan negara-negara kafir berikut perundang-undangan dan sistemnya.

Untuk membangkitkan semangat aqidah dibutuhkan penjelasan tentang mafhum / persepsi atau ajaran pokok dalam aqidah Islam, kemudian menanamkannya ke dalam jiwa individu kaum muslimin. Ajaran mendasar ini merupakan suatu ajaran yang terpen-ting dan paling berpengaruh dibandingkan dengan yang lainnya. Karena kepentingan inilah para Nabi dan para Rasul diutus. Termasuk dalam pokok ajaran tersebut; dijanjikannya kehidupan yang abadi di akhirat di surga maupun di neraka, penciptaan jin dan manusia untuk suatu tujuan tertentu, pembalasan amal perbuatan manusia dan azab/siksaan, serta adanya kewajiban mengemban da'wah/risalah Islam dll. Mafhum/ persepsi yang dimaksud di sini ialah mafhum 'ubudiyyah (penghambaan diri kepada Allah SWT) yang lahir dari mafhum uluhiyyah (ketuhanan). Allah SWT berfirman:

وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون

"(Dan) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu " (Adz Dzariyaat: 56)

Jadi, yang dimaksud dalam kalimat syahadat pertama, laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah), adalah tidak ada yang patut disembah kecuali Allah sebab lafadz ilaah menurut pengertian bahasa dan syara' adalah: yang patut disembah. Jadi kalimat laa ilaaha baik menurut ketentuan bahasa ataupun syara' artinya adalah la ma'buuda (tidak ada yang patut isembah). Dan tatkala seorang muslim bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah, sesungguhnya dia telah mengesakan Allah dalam penghambaan maupun dalam pensucian, serta menafikan secara pasti penghambaan terhadap selain Allah. Oleh karena itu persaksian seorang muslim meng-haruskan ia untuk hanya beribadah kepada Allah saja, juga mengharuskan ia memba-tasi ibadahnya hanya kepada Allah semata, tidak kepada yang lain.

Apabila seorang muslim telah memahami persepsi ini, maka akan menjadikannya sangat berhati-hati dalam segala hal yang berkaitan dengan pengaturan urusan kehi-dupannya, maupun yang menyangkut problematikanya; sehingga ia akan menolak untuk mentaati selain Allah, karena ia tidak beribadah kepada selain Allah; juga karena setiap sesuatu yang dituntut untuk ditaatinya selain Allah atau mengajak orang-orang mengikuti selain petunjuk yang berasal dari Allah; atau menjalankan hukum selain dari apa yang diturunkan Allah, semuanya termasuk dalam kategori thaghut yang harus ditentang dan diingkari, bahkan diperang sampai lenyap dari permukaan bumi ini sehingga yang ada hanya syari’at Allah semata.

Oleh karena itu yang menunjukkan adanya 'ubudiyyah (penghambaan diri) kepada Allah itu adalah terikat secara sungguh-sungguh dengan hukum-hukum Allah, mengesakanNya dalam tasyri' (pembuatan hukum) juga dalam ketaatan, ketundukan dan pasrah terhadap segala yang diperintahkanNya atau yang dilarangNya. Sebab keterikatan kepada hukum-hukum syara' adalah hasil yang pasti dari keimanan dilihat dari segi mafhum ketuhanan, yang juga merupakan buah/hasil dari penghambaan diri kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasakan keberatan dalam hati mereka terhada putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya " (An Nisaâ: 65).

Melalaikan keterikatan terhadap hukum-hukum syara' adalah giliran yang pasti setelah melalaikan mafhum ketuhanan, sebagai akibat dari melupakannya, jarang dipikirkan atau karena pemahamannya telah berubah.

Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilaksanakan dari selain syari’at/perintah Allah, sesungguhnya merupakan ketundukan dan penyerahan diri untuk mau diatur dengan hukum-hukum thaghut, yang kaum muslimin diperintahkan untuk mengingkari-nya. Jadi siapa saja yang ingin membuat hukum, apapun kedudukannnya -- apakah dia sebagai penguasa maupun aparatnya -- sesungguhnya ia merupakan thaghut yang ingin menjadikan dirinya sebagai Tuhan selain Allah. Allah SWT berfirman:

ألم ترَ الى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أُنزل اليك وما أُنزل من قبلك
يريدون أن يتحاكموا الى الطاغوت وقد أُمِروا أن يكفروا به ويريد
الشيطان أن يضلهم ضلالاً بعيداً .


"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya " (An Nisaâ: 60)

إتخذوا أحبارهم ورهبانهم أرباباً من دون الله


"Mereka (Bani Israil) telah menjadikan para pendeta dan rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah " (At Taubah: 31)

Rasulullah telah menjelaskan arti ayat ini sebagai mana tercantum dalam haditsnya "Sesungguhnya mereka telah mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan menghalalkan apa yang diharamkannya lalu kaumnya mengikuti mereka, maka itulah bentuk ibadah mereka kepada para pendeta dan rahib itu." (HR. Tirmidzi no. 3095)

Sesungguhnya pengaruh mafhum ketuhanan pada diri kaum muslimin akan dapat mengembalikan posisi dan semangat aqidah Islam sebagai aqidah ruhiyyah (ritual) dan aqidah siyasiyyah (political). Jadi, bukan sekedar aqidah ruhiyah semata, karena pada hakekatnya aqidah ini mampu memancarkan pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam yang sangat dibutuhkan manusia dalam mengatur kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat, serta mendorong kaum muslimin untuk terikat dengan hukum-hukum Allah, melaksanakan perintah-perintahNya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan melenyapkan setiap undang-undang dan penguasa thaghut.

18 July 2007

Renungan Terakhir

`Renungan ini adalah nasihat yang ditujukan bagi setiap muslim dan muslimat yang mendambakan Surga. Nasihat ini bukan berasal dari kami, namun berasal dari Rabb semesta alam yang telah berfirman (yang artinya):

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharap perhiasan kehidupan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta mengikuti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (Al-Kahfi: 27)

Maka jika engkau menginginkan surga, pergaulilah orang yang jika engkau melihatnya, engkau segera mengingat Allah, jika berbicara kepadamu, ia hanya berbicara yang baik. Hindarilah orang-orang yang jahat dan ingatlah selalu firman Allah ini (yang artinya),

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit kedua tangannya seraya berkata,’Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29)

Yang dimaksud dengan si Fulan dalam ayat ini adalah orang jahat yang mengajakmu kepada segala sesuatu yang menjadikanmu lupa kepada Allah, seperti mengajak mendengarkan kaset-kaset lagu, melihat film, majalah porno, serta mengajak kepada segala sesuatu yang menjadikanmu lupa dari ta’at dan mengingat Allah.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):
“Pada hari itu (hari qiyamat) para teman karib, sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali ornag-orang bertakwa.” (Az-Zukhruf: 67).

Setiap orang yang disayangi akan menentang orang yang mengasihinya, kecuali orang-orang yang berkasih sayang karena Allah. Setiap teman akan berlepas diri dari temannya kecuali bila persahabatannya itu hanya karena ketaatan kepada Allah. Jika engkau dicoba dengan persahabatan yang tidak menjadikan engkau dekat dengan Allah, segeralah tinggalkan persahabatan itu sebelum mereka meninggalkanmu dan berlepas diri darimu, yaitu saat berada dalam Neraka.

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.”(Al-baqarah: 166). Dan seorang penyair berkata, “jika bergaul dengan suatu kaum pilihlah yang terbaik, hindari yang hina karena kehinaannya membuatmu hina.”

Sebagai penutup nasihat ini, saya selalu memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar selalu memberimu taufiq dalam segala kebaikan dan menghindarkanmu dari segala kejahatan. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu dan memudahkan segala urusanmu.


Jika Hidup Tidak untuk Dakwah
By. Agus Sujarwo

Jika Hidup Tidak untuk Dakwah
Terus engkau mau ngapain?

Ente pergi pagi
Dengan semangat mencari duniawi
Jika angkot macet, langsung berganti sewa taksi
Agar harta buruan tidak beralih dari sisi

Ente pulang malam
Dengan jasad yang kelelahan
Nyampe di rumah mendekam sampai pagi datang

Lupakah engkau
Rasulullah saw bagaikan rahib di malam hari
Dan menjadi singa di siang hari
Sementara kamu
Tak peduli siang tak peduli malam
Yang penting dunia dalam genggaman

Sahabat cobalah engkau renungkan
Apa sih yang ingin kugapai sampai harus membanting tulang
Apa sih yang ingin kubangun hingga pagi datang
Apa sih yang ingin kuraih hingga tubuh begitu letih

Jujur saja, untuk urusan perutmu bukan
Buat beli martabak atau nasi
Masuk perut dan kemudian raib menjadi kotoran

Jujur saja, untuk urusan rumah tempat kau tinggal bukan
Buat beli keramik, AC ataupun busa
Dinikmati, rusak, ganti lagi tak berkesudahan

Jujur saja, untuk urusan kesenangan anak-anak yang kau rindukan bukan
Buat pakaian, mainan, ataupun poster-poster idaman
Dinikmati, menghilang dari pandangan

Jika engkau hidup hanya untuk itu semuanya
Maka harga dirimu
Nilainya sama dengan apa yang kamu makan
Nilainya sama dengan apa yang kamu keluarkan dari perut hitam
Nilainya sama dengan apa yang kamu rindukan

Karena jasadmu tak ubahnya tembolok karung
Tempat penyimpanan semua makan yang kamu makan
Karena jasadmu tak ubahnya perekat
Tempat semua kesenangan dunia melekat

Sepekan, setahun, sewindu kau bangun sejuta pundi uang
Engkau lupa bahwa kelak yang kau bangun itu pasti kau tinggalkan
Engkau lupa bahwa tempat tinggalmu sesudahnya adalah istana masa depan

Tapi sahabat
Jika engkau hidup untuk dakwah
Tidak ada setitik harapan pun yang kelak dirugikan
Tiada seberkas amal pun yang tiada mendapat balasan

Tapi di dalamnya penuh ujian dan batu karang
Dan engkau harus yakin penuh akan janji Allah
Tapi di dalamnya tidak lekas kau dapatkan keindahan
Dan engkau harus yakin bahwa inilah jalan kebaikan

Sahabat
Janganlah terlena dengan kesenangan fana
Janganlah terlena dengan gemerlapnya dunia
Itulah yang Allah berikan sebagai hak para musyrikin di dunia
Tiada usah kamu iri dan berpikir tuk hanyut bersamanya
Karena kau tahu kehidupan mereka sesudahnya adalah neraka
Dan mereka kekal di dalamnya

Sahabat
Jangan sia-siakan hidup di dunia
Bangun rumah dakwah
Jika kau diluaskan harta, kembalikan di jalan dakwah
Jika kau diluaskan waktu, hibahkan di jalan dakwah
Jika kau diluaskan tenaga, berikan untuk lapangnya jalan dakwah
Jika kau diluaskan pikiran, gunakan untuk merenungi ayat-ayat-Nya
Jika kau diluaskan usia, maksimalkan berikan yang terbaik untuk-Nya

Jangan jadikan dakwah sebagai kegiatan sampingan
Jangan jadikan dakwah sebagai hiburan
Jangan jadikan dakwah sebagai ajang gaul sesama teman
Jangan jadikan dakwah sebagai pengisi waktu luang
Jangan jadikan dakwah sebagai sarana memburu uang
Karena kelak yang kau dapatkan adalah jahanam
Sebagai balasan atas kemusyrikan yang kau jalankan

Sahabat
Jadikan dakwah sebagai ruh kalian di dunia
Jadikan dakwah sebagai rumah tinggal kalian di dunia
Jadikan dakwah sebagai tugas utama kalian di dunia
Jadikan bahwa hanya dengan dakwah diri kalian begitu bahagia
Jadikan bahwa tanpa dakwah kalian begitu menderita

Sahabat
Jalan dakwah inilah yang membedakan kita
Dengan para pendusta ayat-ayat-Nya
Dan jika engkau hidup di dunia ini tidak untuk tegakkan risalah-Nya Itu
artinya engkau pun sama dengan mereka
Yang lebih menyukai neraka ketimbang surga
Dan jika engkau hidup di dunia ini sebagai tujuan
Ingatlah bahwa tak lama lagi ruhmu bakal dicabut dari badan

Jika hidup tidak untuk dakwah
Trus ente mo ngapain?

Mau jadi ayam?
Yang pergi pagi pulang petang
Kurang petang tambahin nyampe tengah malam

Tapi masih mendingan ayam
Karena ia rutin bangun sebelum azan
Dan teriakkan lagu keindahan
Tapi kamu
Rutin subuh setengah delapan
Apalagi kalo akhir pekan
Bisa jadi subuh hengkang dari pikiran

Tapi masih mendingan ayam
Karena ia berani pilih makanan yang ia inginkan
Tapi kamu
Elo embat semua yang ada di hadapan
Tidak peduli daging, tumbuhan, ataupun batu hitam
Sementara kamu dikaruniai pikiran


12 July 2007

Peran Negera Minimal, Pendidikan Jadi Mahal

Pada minggu-minggu terakhir ini ramai dibicarakan mengenai makin mahalnya biaya pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Meski nanti lulus SPMB, calon mahasiswa baru harus menghadapi persoalan berikutnya: kewajiban membayar biaya pendidikan yang sangat mahal. Menurut Antara News (04/07/07), di Universitas Indonesia, uang pangkalnya saja besarnya mencapai Rp 25 juta untuk fakultas-fakultas eksakta. Di PTN lain yang saat ini berstatus BHMN seperti IPB, ITB, Unpad, UGM, Unair, dan sebagainya juga menetapkan tarif uang pangkal yang tidak berbeda jauh dengan UI. Selain uang pangkal mereka juga diharuskan membayar berbagai komponen dana yang beragam di tiap jurusan dan fakultas. Semakin tinggi peminatnya, suatu jurusan atau fakultas akan menetapkan tarif yang tinggi pula. Beberapa jurusan atau fakultas di BHMN tersebut ada yang harus membayar total Rp 45 hingga Rp 120 juta.

Akibat makin mahalnya biaya pendidikan di Perguruan Tinggi (PT), kejadian seperti pada tahun sebelumnya kemungkinan berulang, yaitu adanya beberapa peserta yang dinyatakan lulus SPMB, namun kemudian mengundurkan diri karena tidak mampu menanggung biaya pendidikannya.


Akar Masalah: Hilangnya Peran Negara

Mahalnya biaya pendidikan di jenjang Perguruan Tinggi (PT) memang telah sengaja dicanangkan. Hal ini bisa dilihat dari Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). DPR sudah memasukkan RUU BHP menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2007 (Media Indonesia, 27/01/07).

Jika dicermati, RUU tersebut mengarah pada upaya liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan nasional. Pemerintah secara bertahap berupaya meminimalkan tanggung jawabnya dalam pembiayaan pendidikan melalui APBN. Sejak tahun 2000 Pemerintah telah menggulirkan konsep BHMN yang sudah dijalankan oleh tujuh PTN (UI, UGM, ITB, IPB, USU, UPI dan Unair). Dalam BHMN, Pemerintah masih bertanggung jawab walaupun BHMN diberi otonomi sendiri. Namun, ketika BHMN berpindah status menjadi BHP, maka Pemerintah otomatis menyerahkan tanggung jawab pengelolaan universitas sepenuhnya kepada pihak pengelola pendidikan dan masyarakat, termasuk pembiayaannya. Padahal, dengan status BHMN saja, PTN rata-rata menaikkan beban biaya pendidikan yang sangat tinggi bagi para mahasiswanya, apalagi nanti kalau RUU BHP jadi diputuskan oleh DPR menjadi undang-undang.

Mengapa Pemerintah meminimalkan perannya—bahkan cenderung melepaskan tanggung jawabnya—dalam pembiayaan pendidikan? Pertama: karena Pemerintah menggunakan paradigma Kapitalisme dalam mengurusi kepentingan dan kebutuhan rakyatnya, termasuk pendidikan. Ideologi Kapitalisme memandang bahwa pengurusan rakyat oleh Pemerintah berbasis pada sistem pasar (market based system). Artinya, Pemerintah hanya menjamin berjalannya sistem pasar itu, bukan menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Dalam pendidikan, Pemerintah hanya menjamin ketersediaan sekolah/PT bagi masyarakat; tidak peduli apakah biaya pendidikannya terjangkau atau tidak oleh masyarakat. Pemerintah akan memberikan izin kepada siapapun untuk mendirikan sekolah/PT termasuk para investor asing. Anggota masyarakat yang mampu dapat memilih sekolah berkualitas dengan biaya mahal. Yang kurang mampu bisa memilih sekolah yang lebih murah dengan kualitas yang lebih rendah. Yang tidak mampu dipersilakan untuk tidak bersekolah.

Kedua: Dana APBN tidak mencukupi untuk pembiayaan pelayanan pendidikan. Pasalnya, sebagian besar pos pengeluaran dalam APBN adalah untuk membayar utang dan bunganya. Dalam APBN 2007, misalnya, anggaran untuk sektor pendidikan hanya sebesar Rp 90,10 triliun atau 11,8 persen dari total nilai anggaran Rp 763,6 triliun. (Tempointeraktif.com, 8/1/2007). Sebaliknya, untuk membayar utang pokok dan bunga utang mencapai 30 persen lebih dari total APBN. Kenyataan ini antara lain karena negara-negara pemberi utang mendorong negara-negara pengutang seperti Indonesia meminimalkan perannya dalam menyediakan pelayanan publik yang membutuhkan dana besar, seperti pendidikan. Pencabutan pembiayaan di sektor pelayanan publik termasuk pendidikan ini untuk memudahkan negara-negara pengutang membayar utangnya dengan lancar. Pengurangan subsidi ini telah menjadi syarat pemberian utang oleh Bank Dunia dengan skema SAP (Structural Adjustment Project). Pada saat yang sama, kekayaan alam di negeri ini—yang seharusnya menjadi sumber utama pemasukan negara—justru ’dipersembahkan’ kepada penjajah asing seperti ExxonMobil, Freeport, Unocal, Caltex, Shell, dan sebagainya.


Dampak Hilangnya Peran Pemerintah dalam Pendidikan

Agenda utama ekonomi Kapitalisme global adalah menguasai (baca: menjajah) negara-negara Dunia Ketiga yang notabene adalah negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia. Hilangnya peran negara dalam pendidikan ini tidak terlepas dari agenda Kapitalisme global. Dampak buruknya antara lain adalah: Pertama, terjadinya ’lingkaran setan’ kemiskinan. Tidak terjangkaunya biaya pendidikan akan menyebabkan banyaknya generasi umat yang tidak gagal mengembangkan potensi dirinya sehingga mereka tetap dalam kondisi miskin dan bodoh. Selain itu, masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi. Pendidikan berkualitas hanya bisa dinikmati oleh kelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas. Mereka dengan pendapatan menengah ke bawah akan putus sekolah di tingkat SD, SMP, atau paling tinggi SMU. Padahal sekolah dapat menjadi pintu perbaikan kompetensi masyarakat agar mereka mampu merancang perbaikan taraf hidupnya.

Kedua, langgengnya penjajahan Kapitalisme di Indonesia. Sebagaimana diketahui, kunci utama untuk keluar dari penjajahan dan menuju kebangkitan adalah peningkatan taraf berpikir umat. Pendidikan merupakan unsur penting dalam peningkatan taraf berpikir umat tersebut. Sumberdaya alam (SDA) yang melimpah di suatu negara menjadi tidak berfungsi optimal manakala tidak didukung dengan SDM yang terdidik. Kondisi SDA Indonesia saat ini mulai menciut. Jika ditambah dengan SDM yang tidak terdidik maka nasib Indonesia akan semakin tenggelam dalam cengkeraman negara-negara kapitalis dalam rentang waktu yang sangat panjang.


Pendidikan Wajib Murah

Dalam Islam, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiyah) peserta didik serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Pendidikan dalam Islam merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi sebagaimana kebutuhan makan, minum, pakaian, rumah, kesehatan, dan sebagainya. Program wajib belajar berlaku atas seluruh rakyat pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Negara wajib menjamin pendidikan bagi seluruh warga dengan murah/gratis. Negara juga harus memberikan kesempatan kepada warganya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara murah/gratis dengan fasilitas sebaik mungkin (An Nabhani, Ad-Dawlah al-Islâmiyyah, hlm. 283-284).

Konsep pendidikan murah/gratis ini telah diterapkan oleh Khilafah Islam selama kurang lebih 1400 tahun, yaitu sejak Daulah didirikan di Madinah oleh Rasulullah saw. hingga Khilafah Ustmaniyah di Turki diruntuhkan oleh imperialis kafir pada tahun 1924 M. Selama kurun itu pendidikan Islam telah mampu mencetak SDM unggul yang bertaraf internasional dalam berbagai bidang. Di antaranya adalah Imam Malik bin Anas (w. 798), Imam Syafii (w. 820), Imam Ahmad bin Hanbal (w. 855), dan Imam Bukhari (w. 870) sebagai ahli al-Quran, hadis, fikih, dan sejarah; Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur; al-Khawarizmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi; al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika; ar-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia; Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik; Ibnu al-Bairar (al-Nabati) sebagai ahli pertanian khususnya botani, dan masih banyak lagi.

Dalam sistem Islam, hubungan Pemerintah dengan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab. Penguasa Islam, Khalifah, bertanggung jawab penuh dalam memelihara urusan rakyatnya. Setiap warga negara harus dijamin pemenuhan kebutuhan dasarnya oleh negara, termasuk dalam pendidikan. Hal ini disandarkan pada sabda Rasulullah saw.:

اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ

Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Darimana Khalifah mendapatkan sumber dana untuk menjalankan pendidikan gratis dan bermutu?

Sumber dana untuk pendidikan bisa diambil dari hasil-hasil kekayaan alam milik rakyat. Dalam pandangan syariah Islam, air (kekayaan sungai, laut), padang rumput (hutan), migas, dan barang tambang yang jumlahnya sangat banyak adalah milik umum/rakyat. Rasulullah saw. bersabda:

«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»

Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, hutan dan energi. (HR Ibn Majah).

Khalifah bertugas untuk memenej pengeloaan sumberdaya alam tersebut dan mendistribusikannya kepada rakyat, misalnya untuk pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis, dan sebagainya. Semua ini hanya mungkin terjadi jika sistem ekonomi Islam diterapkan oleh negara, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya alam milik rakyat.

Sesungguhnya negeri ini tidak akan bisa keluar dari berbagai krisis yang membelenggu, kecuali jika syariah Islam diterapkan secara kâffah baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial-budaya, dan sebagainya. Sungguh, hanya dengan syariah Islam dalam institusi Khilafah sajalah kita bisa meraih kemuliaan hidup di dunia dan akhirat.

Kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul dan orang-orang Mukmin. Namun, orang-orang munafik itu tidak akan mengetahuinya. (QS al-Munafiqun [63]: 8).[]

26 June 2007

Remaja, Gaya, dan Identitas

Bukan perkara aneh bila remaja dicap sebagai kelompok yang doyan bikin heboh. Termasuk dalam urusan gaya. Ya, macam-macam gaya deh. Mulai soal pakaian, dandanan rambut, segala macam asesoris yang menempel, selera musik, atau pilihan-pilihan kegiatan yang dilakukan. Dan, karena dalam ‘aturan’ kehidupan modern seringkali manusia cuma diukur dan dinilai dari sisi humanismenya semata. Yakni dengan memberikan poin positif atau negatif kepada seorang manusia tergantung penampilan luarnya semata. Makanya nggak heran dong, bila itu semua adalah bagian dari pertunjukan identitas dan kepribadian diri.

Remaja bisa memilih tipe-tipe kepribadian yang diinginkan lewat contoh-contoh kepribadian yang banyak beredar di sekitarnya—bintang film, bintang iklan, penyanyi, model, bermacam-macam tipe kelompok yang ada—atau kamu bisa menciptakan sendiri gaya kepribadian yang unik, yang berbeda, bahkan jika perlu yang belum pernah digunakan oleh orang lain pun dicobanya. Wuih, bener-bener heboh. Sekali lagi, heboh!

Mau tahu contohnya? Gaya rambut model Tom Cruise dalam film Mission Impossible 2 pun udah banyak remaja yang ngikutin. Kamu pasti tahu, model rambut itu namanya gaya retro. Oya, selebritis yang jadi penganut gaya rambut model retro bukan cuma suaminya Nicole Kidman aja tuh, di situ masih ada Mark Wahlberg—itu bisa dilihat dalam film terbarunya, So You Wanna Be A Rock Star (juga disebut Metal God). Sekadar tahu saja, film yang baru mau rilis 2001 ini diangkat dari kasus penggantian vokalis Judas Priest, Rob Halford, oleh seorang salesman, Tim "Ripper" Owen, pada 1996—namun Wahlberg masih pake gaya Judas Priest era 70-an, tuh. Selain Mark, masih ada Josh Hartnett, juga Sofia Coppola (istrinya Spike Jonze) muncul dengan The Virgin Suicides, juga dengan gaya retronya. Well, kamu pasti gaul juga kan dengan seleb-seleb yang disebut belakangan?

Model rambut gondrong—lebih tepatnya acak-adul—itu memang mulai marak lagi, coy. Selain gaya rambut retro, masih ada gaya grunge yang diilhami mendiang vokalis-nya Nirvana—Kurt Cobain. Tapi itu hebohnya di awal tahun 90-an. Kalau yang lainnya? Wow, masih ada, yakni model plontos gaya Michael Stipe atau yang digandrungi oleh para selebriti lapangan hijau, macam Fabien Barthez, atau David Trezeguet dan yang lainnya. Itu baru urusan rambut aja, lho. Tapi sudah bisa bikin heboh remaja. Ya, biasalah, anak remaja memang sukanya bikin heboh dan aneh-aneh.

Masih soal gaya rambut, ternyata ia juga bisa menunjukkan identitas gerakan budaya kaum tertentu. Anthony Synott (1993) berhasil memberikan penjelasan yang bagus tentang rambut. Dalam beberapa hal, rambut tidak sekadar berarti simbol seks penanda laki-laki dan perempuan. Ia juga simbol gerakan politik kebudayaan tertentu. Menurutnya, model rambut yang berbeda menandakan model ideologi yang berbeda pula. Tahun 50-an yang membawa iklim pertumbuhan dan kemakmuran di Amerika ikut menghembuskan kebebasan ekspresi individual baru termasuk jenis model rambut baru. Model rambut yang dibentuk menyerupai ekor bebek menjadi sangat populer saat itu. Tokoh-tokoh utama jenis rambut ini adalah Elvis Presley dan Tony Curtis. Setelah itu berlangsunglah era model rambut beatnik look yang dipelopori oleh James Dean dan Marlon Brando. Jadi begitu Brur. Kalo perkembangan sekarang? Ya, seperti yang sudah diungkap di awal tulisan ini.

Krisis PD

Sobat, tingkah sebagian besar teman remaja yang begitu tentu ada sebabnya dong. Iya nggak? Biasanya doi kena krisis PD. Nggak percaya, coba aja tanyain sama teman kamu yang hobinya dandan. Bener lho, kayaknya perlu juga menyimak pendapat Dr. Seymour Fisher. Mau tahu siapa dia? Seymour adalah seorang peneliti di Amrik sono. Apa yang dikatakannya? Begini, Man, menurut doktor tersebut, remaja mudah sekali terkena krisis kepercayaan kepada dirinya sendiri. Nggak percaya? Kamu minder nggak kalo muka kamu jerawatan? Ngaku aja deh kalo kamu juga minder, kan? Sori bukan nuduh, lho! Makanya kamu berusaha menutupi kekurangan kamu dengan berbagai macam obat supaya tuh jerawat bisa minggat dari wajah kamu. Tentu tujuan mulia kamu supaya bisa tampil lebih percaya diri dan nggak diledekin teman-teman kamu.

Juga coba perhatiin, teman remaja yang kena krisis pede, pasti doi salting bila ada yang kurang dalam dirinya. Doi merasakan semua orang seakan menelanjanginya (idih sadis banget?) Selain jerawat, ada juga teman kamu yang gerah dan merasa inferior di hadapan teman-temannya gara-gara punya tahi lalat. Lho, kok malah minder sih, bukannya senang? Apalagi tahi lalat itu nemplok di dagu kayak Rano Karno, bisa diuber cewek sekampung tuh! Tapi jangan dulu nuduh begitu dong, ia mungkin saja wajar kalo harus minder, kenapa? Doi punya tahi lalat yang tumbuh di sekujur tubuhnya (ih, itu sih bukan tahi lalat, item kali).

Nah, menurut Dr. Seymour, akhirnya remaja harus ‘mengubah’ diri untuk menutupi kekurangan yang ia rasakan. Untuk apalagi kalo bukan untuk bisa diterima gaul dengan penuh pede di gank-nya. Karena itu, nggak usah heran bila ada remaja yang maksain tampil gaya dan gaul, hanya untuk menunjukkan identitas dirinya. Padahal, sebenarnya ia cuma berani menjadi orang lain, bukan dirinya. Remaja model begitu berlindung di balik wajah dan gaya orang lain, bukan dirinya. Mau contoh? Ada anak cewek yang setengah hidup ingin suaranya seseksi Mandy Moore misalnya. Atau ada juga teman remaja yang menghabiskan koceknya cuma ingin tampil seperti para selebriti pujaannya. Misalnya ada yang ingin menjadi Billy Crudup dan Jason Lee di Almost Famous, dengan mempermak abis rambutnya dengan gaya ala Fu Manchu. Itu lho, model rambut yang dipadu dengan denim tambal-tambal dan kumis tebel. Padahal untuk begituan nggak sedikit duit yang harus dikeluarkan.

Apakah kemudian teman remaja yang begitu jadi tambah pede? Sebagian bisa jadi memang begitu. Padahal, itu nanti bakal muncul problem baru. Kenapa? Paling nggak, doi selamanya nggak merasa bahwa ia menjadi dirinya, tapi menjadi orang lain. Suatu saat nanti ia akan ‘kehilangan’ jati dirinya. Hanya gara-gara ingin tampil untuk menunjukkan identitas supaya diterima di kelompoknya. Seperti kata pepatah, “Jika engkau senantiasa menghadap ke matahari, maka selama itu pula engkau tak akan melihat bayanganmu sendiri”. Benar kan? Coba kamu terus-terusan menghadap ke matahari, kamu nggak bakal melihat bayangan kamu sendiri. Apalagi bila bicara soal Islam. Wah, jangan sampe deh ada remaja yang minder gara-gara dirinya seorang muslim. Sehingga ia ingin tampil seperti orang lain (yang bukan Muslim), karena menganggap bahwa seorang muslim itu identik dengan kumuh, keterbelakangan, anti perkembangan zaman, terlalu kaku dan mengekang. Padahal, ini cuma soal persepsi saja, Brur. Dan persepsi bisa saja salah, bila informasi yang sampai kepadamu juga salah. Supaya terhindar dari kesalahan, maka standar dalam menentukan benar dan salah adalah aturan Islam. Setuju? Harus setuju, coy!

Harus Menjadi Diri Sendiri

Kamu pernah nonton film Face Off yang dibintangi John Travolta dan Nicolas Cage? Wah, punya wajah yang ketukar rasanya risih juga ya? Detektif Sean Archer yang diperankan John Travolta melalui operasi plastik saat kecelakaan ditukar dengan wajah milik Castro Troy (Nicolas Cage)—bajingan yang membunuh anaknya. Problem baru muncul, Sean dengan wajah Castro dipenjara, sementara Castro dengan wajah Sean berkeliaran dan berusaha membunuhnya. Wuih, bayangkan, punya wajah orang lain, padahal jasadnya adalah jasad kita. Pikiran dan perasaannya juga punya kita. Berabe juga kan?

Kira-kira kalo boleh ngambil ‘hikmah’ dari film tersebut, kita bisa tahu, meski berlindung di balik wajah orang lain, tapi kita adalah diri kita. Makanya tepat, unsur pembentuk kepribadian adalah akal dan jiwa kita bukan wajah or assesoris lainnya. Kamu akan tetap menjadi dirimu, meski kamu berusaha menutupi kelemahan kamu dengan kedok wajah atau perilaku orang lain. Dengan maksud kamu tak dikenali identitas aslinya, karena mendompleng ketenaran orang lain. Lalu kamu puas dan bisa ikutan tenar. Padahal sejatinya, kamu tetap kamu, bukan siapa-siapa.

Hal lain yang sering membuat teman-teman remaja termakan budaya yang nggak benar adalah karena merasa bahwa hal itu ibarat pilihan antara hidup atau mati. Merasa bahwa bila nggak tampil gaya, identitasnya bakal bermasalah di mata teman-teman kamu. Ujung-ujungnya kamu takut nggak diterima dalam kelompok kamu.

Kamu bisa saksikan ada anak-anak muda yang merasa perlu menetapkan ciri-ciri kelompok mereka. Misalnya saja dari sisi jenis musik yang digandrungi. Mereka akan membentuk gank yang ciri-cirinya mirip gaya pemusik atau kelompok musik pujaannya. Misalnya saja, setiap anak yang mau gabung dengan gank yang maniak musik metal atau heavy metal, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: tampang harus Romusa alias Roman Muka Sadis atau Primus (Pria Muka Setan), badan dipenuhi tatto yang serem-serem—misalnya gambar tengkorak (tapi bukan tengkorak ikan, lho), terus rambutnya gondrong lurus (soalnya kalo kriting or galing itu cocok untuk jenis musik dangdut!), selain itu mungkin juga ‘diwajibkan’ mengamalkan ‘jampi-jampi’ seperti ini: “Aku berlindung kepada metal, dari godaan dangdut yang terkutuk!” (he..he..he..). Pokoknya dibikin serem-serem deh, karena contohnya aja kelompok Kiss, Metallica, Guns ‘N Roses, Sepultura, Obituary, Slayer dan sebagainya. Semboyannya aja “Ingarso sepulturo, Ingmadyo metallico, Tutwuri obituary”. Lalu merasa itulah identitas dirinya.

Wah, berabe juga ternyata, ya? Iya lah. Apalagi identitas yang dibangun ternyata berlandaskan gaya hidup peradaban lain—selain Islam. Kalo remaja Islam banyak yang tampil bukan dengan identitas Islam, alamat kebangkitan islam masih jauh panggang dari api. Iya, dong, gimana bisa bangkit, lha wong kaum musliminnya aja ogah bergaya hidup islami. Sedih banget Non. Suer, identitas sebagai seorang muslim lenyap dan berganti dengan identitas dari ideologi/agama lain. Rekan remaja yang seperti itu kan berarti pikiran dan jiwanya nggak dipoles dengan ajaran Islam. Jelas dong. Kalo udah islami, mana mungkin mau berbuat begitu. Iya nggak?

Identitas Islami: Wajib Lha Yauw..!

Soal gaya dan identitas remaja ini memang awalnya adalah persoalan mubah. Dalam artian bahwa bergaya itu sendiri dibolehkan. Tapi masalahnya adalah, gaya remaja sekarang sudah banyak yang mengarah kepada identitas suatu kaum atau peradaban tertentu yang memang bukan berasal dari ajaran Islam. Bagi teman-teman remaja nggak usahlah ngikutin gaya yang merupakan identitas kepribadian peradaban selain Islam. Jangan ikut-ikutan yang nggak bener deh. Malu dong, padahal Allah sudah memuji kita, bahwa kita adalah ummat yang terbaik yang diturunkan kepada manusia. Firman Allah Swt.:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ لْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imron [3]: 110)

Nah, itu identitas seorang muslim, yakni salah satunya melakukan amar ma’ruf (menyuruh kepada kebaikan, yakni Islam). Dan tentu saja nahyi munkar (mencegah kemunkaran). Tapi kalo kayak contoh di atas? Itu namanya menyuruh kepada yang munkar dan mencegah dari yang ma’ruf, karuan saja bukan ciri seorang muslim. Catet itu ya!

Terus kalo mau tahu, di akhirat nanti sebenarnya orang kafir itu menyesal tidak menjadi muslim saat di dunia, Firman Allah:

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ

"Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.” (QS: al-Hijr [15] : 2)

Jadi jangan kebalik-balik ya? Nggak benar bila kita mengikuti gaya hidup kaum (agama dan peradaban) lain, soalnya nanti identitas kita juga mengikuti identitas mereka. Kalau mereka orang kafir, maka identitas kita juga seperti orang kafir. Ih, naudzubillahi min dzalik.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ *

Rasulullah s.a.w bersabda: “Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Baginda bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?” (HR. Bukhari Muslim).

Waduh ngeri juga ya? Lha iya, bagi seorang muslim terlarang baginya mengikuti budaya atau gaya hidup kaum lain. Bisa berbahaya. Bahkan seharusnya bangga menjadi seorang muslim yang memiliki identitas islami. So, bukan cuma merasa bangga dan merasa aman-aman saja bila udah pakai baju koko, jilbab dan kerudungnya, tapi pikiran dan jiwa (perasaan) kamu belum islami. Kalo jilbab, peci atau baju koko, atau yang lainnya, itu cuma sebatas simbol, orang kafir pun bisa memakainya. Tapi identitas islami yang hakiki adalah pikiran dan perasaannya dibalut dengan ajaran Islam. Insya Allah itu akan menyelamatkan kamu, dan tentu saja itulah identitas Islam kamu yang sebenarnya.[]

 
Fastabiqul khairat © 2007 Template feito por Templates para Você