Pencegahan Korupsi Ala Khalifah Umar ra.
Ketika Abu Hurairah r.a. diangkat menjadi wali (gubernur), beliau r.a. menabung banyak harta dari sumber-sumber yang halal. Mendapatkan informasi tentang hal itu, Amirul Mukminin, Khalifah Umar bin Al Khaththab r.a. memanggil sang Gubernur ke ibukota negara Khilafah, Madinah.
Sesampai di kota Madinah Al Munawwaroh, Khalifah Umar r.a. berkata kepada Sang Gubernur: ”Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya! Bukankah engkau telah mencuriharta Allah? ”
Gubernur Abu Hurairah r.a. menjawab: ”Wahai Amirul Mukminin, aku bukan musuh Allah dan bukan pula musuh kitab-Nya. Tapi aku justru musuh siapa saja yang memusuhi keduanya. Dan aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah”. Khalifah Umar r.a. bertanya kepadanya: ”Lalu dari mana engkau kumpulkan harta sebesar 10.000 dinar itu?”
Abu Hurairah r.a. menjawab: ”Dari untaku yang berkembang pesat dan dari sejumlah pemberian yang berturut-turut datangnya”.Khalifah Umar r.a. berkata: ”Serahkan hartamu itu ke Baitul Mal kaum muslimin”. Abu Hurairah r.a. segera memberikannya kepada Khalifah Umar r.a. lalu mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berkata lirih: ”Ya Allah, ampunilah amirul mukminin”.
Dari fragmen kisah nyata dua orang sahabat Rasulullah SAW. yang menjadi pejabat negara Khilafah Islamiyah itu dapat kita ambil beberapa pelajaran. Pertama, harta negara dalam sistem Khilafah pada hakikatnya adalah harta Allah SWT yang dimanatkan kepada para pejabat untuk menjaganya dan tidak boleh mengambilnya secara tidak haq. Tindakan mengambil harta negara secara tidak haq adalah tindakan curang yang oleh Khalifah Umar r.a. diibaratkan dengan mencuri harta Allah untuk lebih menegaskan keharamannya. Rasulullah SAW menyebut pengam-bilan harta negara oleh pejabat setelah mereka diberi fasilitas rumah, kendaraan, istri, pembantu, dan dicukupi kebutuhannya, sebagai tindakan curang (ghulul). Beliau menyatakan bahwa satu jarum saja dari harta negara yang diambil seseorang tanpa haq akan dibawanya sebagai bukti pada pengadilan di hari kiamat kelak. Na'udzubillah! Kedua, pejabat yang mengambil harta negara secara tidak haq, maka oleh Khalifah Umar r.a. dicap sebagai musuh Allah dan kitab-Nya. Sebab berarti mereka tidak menghiraukan lagi larangan Allah SWT. Dan Allah SWT tidak mengijinkan hal itu sebagaimana firman-Nya : ”Siapa saja yang berbuat curang, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu”.(TQS. Ali Imran 161). Ketiga, Khalifah sebagai kepala negara harus menjaga pejabatnya bawahannya jangan sampai ada yang melakukan tindakan curang alias korupsi. Untuk menjaga hal ini, Khalifah Umar r.a. membuat prosedur siapa saja pejabat Gubernur maupun Walikota yang diangkatnya, akan dihitung terlebih dahulu jumlah kekayaan pribadinya sebelum diangkat. Lalu dihitung lagi saat dia diberhentikan. Jika terdapat indikasi jumlah tambahan harta yang tidak wajar, maka beliau menyita kelebihan yang tidak wajar itu atau membagi dua, separuhnya diserahkan kepada baitul mal.
Sistem pencegahan korupsi tersebut sangat efektif karena sangat sederhana. Dalam wacana hukum sekarang disebut dengan sistem pembuktian terbalik. Dengan logika bahwa pejabat dalam sistem Khilafah adalah mengorbankan waktunya 24 jam sehari untuk melaksanakan amanat, maka tidak layak dia mendapatkan kelebihan harta dari yang seharusnya dia miliki, walaupun dia peroleh secara halal. Sehingga apabila ada kelebihan, dialah yang harus menjelaskan, darimana dia peroleh. Jika dia peroleh dari kecurangan, maka harta itu wajib dikembalikan kepada negara. Dan bila diperoleh secara halal, maka kelebihan harta itu disita secara keseluruhan atau separuhnya.
Pelaksanaan sistem pencegahan korupsi ini bisa berlaku secara efektif di masa khalifah Umar mengingat Sang Khalifah sebaga penguasa tertinggi sendiri adalah orang yang memiliki integritas. Beliau adalah orang yang sangat taat kepada Allah dan Kitab-Nya. Beliau adalah pengikut jejak pemerintahan baginda Rasulullah SAW sebagai penguasa yang sedang mendapatkan kemenangan dan perluasan wilayah yang luar biasa besarnya yang berhasil meruntuhkan adidaya Persia dan memukul mundur adidaya Rumawi dari berbagai wilayah di Syam, penakluk Mesir dan Afrika Utara-- beliau bukanlah orang yang tamak kepada harta rampasan perang dan harta kharaj yang datang melimpah ruah ke ibukota. Beliau tetap hidup sangat sederhana dengan mengenakan jubah kasar penuh tambalan. Andaikan para penguasa muslim hari ini meneladani 10 persen saja dari sikap sederhana Khalifah Umar r.a., niscaya negeri-negeri Islam yang kaya raya itu dapat mengcover seluruh kebutuhan kesejahteraan rakyatnya. Khalifah Umar r.a. yang terkenal sebagai Al Faruq karena sangat terkenal ketegasan dan keadilannya memberlakukan sistem pencegahan korupsi tanpa pandang bulu. Apa yang dilakukan terhadap Gubernur Abu Hurairah r.a. pernah pula dilakukan kepada Abu Sufyan bin Harb. Abu Sufyan adalah ayah dari Gubernur Muawiyah yang ditugaskan oleh Khalifah Umar untuk menjabat sebagai penguasa wilayah Syam (sekarang Syria, Palestina, Israel, Yordania, dan Lebanon).
Ceritanya, bapak Sang Gubernur ini menyampaikan salam putranya kepada khalifah sepulang dari Syam. Khalifah bertanya kepada Abu Sufyan: ”Berilah kami oleh-oleh!”.
Abu Sufyan menjawab: ”Kalau kami memperoleh sesuatu tentu engkau akan kuberi oleh-oleh”.Khalifah meminta cincin yang dipakai Abu Sufyan lalu menyuruh seseorang membawa cincin itu datang kepada Hindun, istri Abu Sufyan. Utusan itu dipesan supaya berkata kepada Hindun atas nama Abu Sufyan: ”Perlihatkan kepadaku dua wadah yang baru engkau terima dan berikanlah”. Maka utusan itu datang dengan membawa dua wadah yang di dalamnya ternyata terdapat uang sebanyak 10 ribu dirham. Lalu uang tersebut diambil oleh Khalifah Umar r.a. dan dimasukkan ke Baitul Mal. Para pejabat di masa Khilafah Islamiyah memang dipilih dari kalangan orang-orang yang terbaik dan terpercaya. Namun sistem pencegahan korupsi diberlakukan secara efektif untuk menjaga agar kepercayaan itu tetap terjaga. Wallahua'lam! Muhammad Al Khaththath
0 comments:
Post a Comment