11 April 2009

HARAPAN TINGGI MASYARAKAT UNTUK SEJAHTERA
DALAM ALAM DEMOKRASI,MUNGKINKAH?

oleh : Wahyudin

Penyelenggaraan pesta demokrasi yang disebut Pemilu diwarnai dengan fenomena golput. Hal ini memicu MUI akhirnya mengeluarkan pandangannya tentang hukum golput, yang akhirnya diklaim oleh beberapa pihak sebagai kesimpulan bahwa hukum asal golput itu adalah HARAM! Perlu kita cermati nampaknya, bahwa jauh sebelum perdebatan seputar golput ini muncul, sebetulnya banyak pemilihan kepala daerah langsung ( PILKADAL ) yang diselenggarakan dan nyatanya dimenangkan oleh GOLPUT. Dari 26 pemilihan gubernur selama 2005-2008, sebanyak 13 provinsi atau 50% dimenangi golongan putih. Pilkada di Jawa Timur contohnya, angka golput mencapai 39,2 persen. Pilkada Jawa Tengah angka golput mencapai 45 persen, Jawa Barat 35,7 persen, banten 39,28 persen, dan DKI 36,2 persen. Di Sumatera Utara golput meraih 41 persen dan di Kalimantan Timur 34 persen. Ini angka yang luar biasa meningkat yang menunjukkan ketidakantusian masyarakat mengikuti pemilihan skala daerah !

Analisa atas fenomena golput dan kemunculan fatwa haram golput ini nampaknya harus kita cermati. Ada yang beranggapan bahwa maraknya golput disebabkan karena alasan teknis- seperti tidak terdatanya sejumlah calon pemilih-. Disamping itu ada dua alasan mengapa sebagian masyarakat memilih golput :

Pertama, alasan ekonomi. Masyarakat semakin sadar bahwa suaranya memilih wakil rakyat dan pemimpin tenyata tidak ada perubahan ekonomi secara signifikan apalagi membawa kepada kesejahteraan. Kekecewaan masyarakat bertambah tatkala mereka diberikan harapan dan janji-janji ini dan itu, sehingga mereka serta merta memilih dengan harapan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Alih-alih jadi lebih baik, malah masyarakat merasa tertipu dengan harapan dan janji yang diucapkan para wakil rakyat dan pemimpin tersebut. Kedua, alasan ideologis. Bagi sebagian orang yang memilih karena alasan ini, mereka sudah tidak dapat berharap pada pemilu yang nyata-nyata tidak menyuguhkan perubahan apapun. Malah semakin membuat jurang antara masyarakat hingga menjadikannya lapisan sosial di tengah-tengah masyarakat. Mana lagi mereka menyadari bahwa ide demokrasi adalah berasal dari sistem kapitalisme yang memiliki keyakinan dasar yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Secara nyata juga sistem ini memihak para pemilik modal, dan menempatkan kepentingan umum pada prioritas kesekian bukan yang utama. Orang-orang yang beralasan ideologis ini secara fakta telah mengetahui bahwa masyarakat Indonesia menginginkan penerapan ideologi lain selain kapitalis-demokrasi, yaitu ideologi Islam.Hal ini sudah dibuktikan oleh berbagai survey yakni survey Roy Morgan Research yang dirilis Juni 2008 mengatakan sebanyak 52 rakyat Indonesia menuntut penerapan syariah Islam, Survey PPIM UNI Syarif Hidayatullah tahun 2002 yang menunjukkan sebanyak 67 persen responden berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah yang terbaik bagi Indonesia.

Hubungan antara fenomena golput dengan penerapan demokrasi yang nyata di Indonesia adalah hubungan yang saling terkait satu sama lain. Jika menurut survey PPIM UIN pada tahun 2001 sebesar 57,8 persen ternyata pada tahun 2002 naik menjadi 67 persen, maka ini sudah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia sudah tidak berharap banyak pada demokrasi-kapitalis. Banyak sekali kecacatan yang dituai akibat penerapan demokrasi, yang paling kentara adalah bahwasanya angka kemiskinan semakin membengkak, aset-aset Negara dikuasai asing lewat UU privatisasi. Negeri Indonesia yang kaya raya baik SDA di darat maupun di laut sudah tidak menjadi milik pribumi, tapi justru jatuh dengan ‘ cantiknya’ ke tangan asing ataupun swasta-asing. Telah jelas, bahwa ini adalah akibat dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis dalam alam demokrasi di Indonesia yang disuntikan oleh kapitalis barat. Bahasa mudahnya : yang kaya mangkin kaya, yang miskin mangkin miskin.

Sekelumit persoalan golput dan harapan kesejahateraan bagi masyarakat telah menerbitkan sebuat pertanyaan : “ Masihkah ada harapan bagi masyarakat pada demokrasi?” . Jawabannya, jelaslah masyarakat harus cerdas untuk menentukan mana sistem yang secara hakiki akan membawanya pada kesejahteraan. Dan telah jelas bahwa demokrasi berasal dari sistem kapitalisme yang notabene adalah buatan manusia. Untuk itu, Islam menawarkan solusi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam 2 dimensi kehidupan ( baca: dunia dan akherat ), ketika diterapkan secara undang-undang dalam sebuah bingkai kenegaraan yaitu yang dikenal dengan sebutan kolosal - Khilafah Islamiyyah – dalam kurun waktu 1300 tahun Islam telah berhasil menjajaki dunia dengan kemuliaannya. Sebut saja khalifah Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khatab yang langsung bersentuhan dengan rakyat, memberi langsung suapan makanan dari tangan mereka, bahkan memikul gandum yang mereka berikan pada rakyatnya yang kelaparan secara langsung. Lagi, Umar bin Abdul Aziz, pada 3 tahun masa pemerintahannya berhasil membuat seluruh rakyatnya berkecukupan karena hampir seluruh rakyat daulah khilafah pada saat itu tidak mau menerima zakat. Bahkan pada akhir-akhir kemunduran Islam, yakni masa pemerintahan kekhalifahan Utsmani, para khalifahnya banyak membiayai para pemudanya untuk bersekolah guna mendalami kemajuan teknologi Eropa yang pada saat itu bangkit,termasuk Mustafa Kemal Pasha. Hampir tidak pernah terdengar penderitaan karena kelaparan yang diderita rakyat daulah khilafah saat itu sekalipun pada akhir-akhir keruntuhan Islam.

Maka, perlu kiranya kita renungkan bersama, apakah ada sistem atau ideologi yang bertahan hingga belasan abad selain ideologi Islam dari tahun 1 H-1336 H? sedangkan kita tahu ideologi kapitalis usianya sekarang menginjak 86 tahun, tapi adakah prestasi gemilang yang telah dicapai kecuali kemajuan teknologi dan peradaban moral yang rusak? Maka, inilah dasar pemikiran yang layak dimiliki oleh masyarakat dan kalangan pemerintahan serta pemimpin negeri ini untuk kiranya bijak dalam menentukan pilihan. Bukanlah pilihan itu digunakan untuk melanggengkan demokrasi-kapitalis, tapi pilihan tersebut layaknya dapat dipertanggungjawabkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah SWT. Saatnya kita bijak untuk memilih perkara yang hakiki untuk masa depan kehidupan kita yang lebih baik. Yakinlah bahwa Islam adalah pilihan yang tepat untuk kita terapkan bersama-sama tidak hanya skala lokal ( Indonesia ) tapi juga untuk seluruh dunia. Terakhir, inilah pentingnya memahami bahwa umat seluruhnya butuh akan ideologi Islam dan penerapannya di tengah-tengah kita dalam bingkai khilafah Islamiyyah, sebagaimana firman Allah AWT :

Seandainya penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan pintu keberkahan bagi mereka dari langit dan bumi “
(
QS. Al-A’raf:96 )

 
Fastabiqul khairat © 2007 Template feito por Templates para Você